Sabtu, 04 Desember 2010

SABANG Pulau WEH NAD.


MENELUSURI “SABANG” SETELAH PULIH DARI BENCANA TSUNAMI
(edited Version telah dimuat di Harian Umum Suara Merdeka edisi Minggu tgl. 5 Desember 2010. hal 31).
oleh: Gagoek Hardiman.


Semenjak masa kecil mulai dari taman kanan-kanak kita sudah sering menyanyikan lagu nasional karangan R Suharjo yang berjudul; “Dari Sabang sampai Merauke”. Sehingga saat penulis mendapat undangan dari PUSBIKTEK Kementrian Pekerjaan Umum bekerjasama dengan Goethe Institut Jerman, sebagai pembicara pada seminar di Jurusan Arsitektur FT Unsyiah. Tidaklah lengkap rasanya kalau tidak mengunjungi Sabang di pulau Weh yang nampak jelas dipandang dari pantai Ulee Lheue kota Banda Aceh.






Untuk menuju ke pulau Weh kami menuju pelabuhan fery Ulee Lheue Banda Aceh. Sampai di Ulee Lheue memory penulis berputar kembali ke masa lalu, saat kunjungan pertama ke Banda Aceh bulan februari 2005, tepat 2 bulan setelah terjadinya bencana Tsunami dalam rangka pengabdian kepada masyarakat bersama beberapa dosen FT Undip dibawah pimpinan Bapak Dr.Ir.Joesron Alie Syahbana MSc. Sejauh mata memandang di sekitar pantai Ulee Lheu hanya nampak pemandangan yang memilukan hati, kehancuran total mayatpun banyak yang masih dievakuasi dari reruntuhan bangunan. Namun pada kunjungan yang keempat pada tahun 2010, kondisi lingkungan sudah pulih kembali, pantai Ulee Lheue telah direhabilitasi dan direkonstruksi menjadi obyek wisata kota dengan berbagai sarana dan prasarana rekreasi dan transportasi. Pelabuhan fery yang hancur dan musnah dilanda ombak Tsunami telah dibangun kembali dengan megah.
Dari pelabuhan Feri Ulee Lheue menuju pulau Weh tersedia fery kecil dengan jadwal pemberangkatan dua kali sehari, waktu yang ditempuh kurang dari 1 jam . Terdapat pula fery besar yang dapat memuat mobil dengan jadwal sekali dalam sehari. Penulis menggunakan Fery kecil dengan nama Pulo Rondo yang merupakan kapal cepat terbuat dari fiber glass.
Sampai di pelabuhan fery di kota Balohan pulau Weh, penumpang kapal disambut dengan berbagai angkutan umum mulai dari ojek, becak motor, taxi plat kuning dan taxi plat hitam.
Taxi plat kuning justru tarifnya terkadang lebih murah dibanding taxi plat hitam yang kodisinya rata rata lebih unggul. Untuk mobil plat hitam yang ber AC sewa perhari 400 sampai 500 ribu rupiah. Sedang untuk mobil plat Kuning non AC rata-rata sewa perhari 300 sampai 400 ribu rupiah. Namun harga sewa tersebut juga tetap sama meskipun waktu yang akan kita manfaatkan hanya sekitar 7 jam, antara kedatangan kapal jam 9.00 WIB dan pemberangakatan kapal kembali ke banda Aceh jam 16.00 WIB.
Sopir taxi yang saya sewa juga seolah-olah berfungsi sebagai “guide”, sebagaimana layaknya semua sopir taxi di kawasan wisata. Bahkan menurut pengakuannya pernah menempuh pendidikan sastra Inggris. Sehingga sangat mahir dalam memandu wisatawan asing keliling pulau Weh.
Pulau Weh sering juga disebut Sabang karena berada di wilayah administratif Kota Sabang. Merupakan pulau kecil dengan luas 156,3 km², tetapi memiliki banyak pegunungan dengan puncak tertinggi 617 meter. Berbagai obyek ekoturisme yang sangat menarik terutama resor pantai, danau, mendaki gunung berapi, air terjun dan menelusuri Goa alam terdapat di pulau kecil tersebut. Mengenai bahaya Tsunami yang pernah melanda kawasan pantai, nampak sudah terlupakan baik bagi penduduk setempat maupun pengunjung dari luar daerah. Meskipun demikian untuk mengantisipasi hal tersebut, selain pemasangan perangkat “tsunami early warning system” di laut, pada beberapa tempat juga terdapat informasi petunjuk jalur penyelamatan atau escape route apabila terjadi bencana alam Tsunami.
Rencana perjalanan kami adalah mengelilingi pulau Weh. Sebagai tujuan pertama adalah kota Sabang. Dalam perjalanan ke kota Sabang kami melewati Cut Ba’u yang terletak di punggung bukit, sehingga dapat melihat dengan jelas danau Aneuklaot yang sangat indah. Dari kejauhan nampak kelompok bangunan baru yang megah di tepi danau. Bangunan tersebut adalah sekolahan SMP dan SMA, sebagai bantuan dari negara Jerman dalam rangka rehabilitasi Tsunami. Dari tempat ketinggian tersebut, nampak pula pelabuhan bebas Sabang, yang dipergunakan sebagai pusat logistik untuk kapal luar negeri yang melewati selat Malaka, sesuai dengan status Sabang sebagai Zona perdagangan bebas sejak tahun 2000.
Dari kota Sabang kami langsung menuju lokasi tugu kilo meter nol bagian terbarat Indonesia di hutan lindung Murung Ujung. Dalam perjalanan menuju lokasi kilometer Zero “the weternmost Point of Indonesia’’, di tepi jalan nampak beberapa meriam raksaksa menghadap ke laut. Meriam yang ditata rapi berjajar menghadap laut tersebut merupakan cagar budaya. Menurut informasi meriam tersebut pada tahun 2003 ditemukan di dua lokasi Pulau Weh. Sepucuk meriam ditemukan di Aneuklaot dan tiga pucuk meriam ditemukan di Cot Ba’u. Pada tahun 2004 meriam tersebut dipindahkan di lokasi sekarang agar mudah dinikmati oleh masyarakat terutama wisatawan.

Selanjutnya atas saran supir taxi yang merangkap pemandu wisata kami menuju pantai andalan Pulau Weh di Teupin Sirkui, Gapang dan Iboi. Tak lama kemudian kami sampai di pantai “Teupin Sirkui” dengan air laut berwarna biru dan hijau yang sangat jernih sehingga ikan laut warna-warni nampak jelas dipandang dari dermaga kayu yang menjorok ke tengah laut. Dermaga tersebut digunakan untuk menaikan dan menurunkan wisatawan dari perahu boat.
Di pantai Teupin Sirkui tersedia beberapa kios cindra mata khas pulau Weh dan beberapa kedai makan yang antara lain menghidangkan berbagai menu ikan laut. Biasanya tempat ini merupakan tempat istirahat makan siang bagi wisatawan. Dari berbagai minuman kemasan yang ditawarkan terdapat pula “bir” tentu saja dengan adanya peraturan yang diterapkan di Nanggroe Aceh Darussalam maka pada kaleng “bir” tersebut tertera tulisan kandungan alkohol 0%. Setelah penulis mencoba merasakan, ternyata benar “bir” tersebut bebas alkohol. Karena bir yang bisa kita jumpai di Semarang dengan kandungan alkohol diatas 3% apabila ketahuan oleh polisi syariah akan menjadi masalah besar. Tentu saja bagi wisatawan manca negara yang menginginkan “bir beralkohol” dapat membeli melalui perantara yang memiliki strategi khusus untuk menghindari polisi syariah.
Menurut aturan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) wanita beragama islam harus memakai pakaian muslimah apabila keluar rumah. Namun di pantai ini kita dengan bebas dapat menyaksikan wanita mengenakan bikini. Karena seolah olah daerah pantai merupakan kawasan khusus yang tidak diamati secara cermat oleh polisi syariah.
Dari Teupin Sirkui kami malanjutkan perjalanan ke daerah wisata pantai yang disebut Gapang resort. Kawasan pantai ini dilengkapi oleh motel atau pesanggerahan mewah terbangun dari konstruksi kayu dengan tampilan arsitektur tropis yang menarik. Di sini tersedia pula ruang konferensi yang langsung menghadap ke laut. Daerah ini dikembangkan dengan prasarana dan prasarana wisata yang lengkap pada era pemerintahan presiden Habibie, dalam rangka meningkatkan potensi wisata di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Pantai terakhir yang kami kunjungi adalah pantai Iboih yang merupakan sorganya pecinta olah raga berenang di bawah laut atau “Diving”. Semua perlengkapan menyelam dapat disewa di sini. Kawasan ini dilingkupi hutan yang nampak sangat alami. Sarana dan prasarana untuk memenuhi keperluan wisatawan seperti kafe dan hotel telah tersedia dengan lengkap. Bagi turis yang hendak menikmati pemandangan bawah laut menyaksikan terumbu karang dan ikan warna warni, dapat menggunakan jasa perahu untuk mengantar sampai ke lokasi penyelaman di sekitar pulau Rubiah yang terkenal sebagai tempat pariwisata menyelam karena keindahan ikan dan terumbu karangnya. Pulau Rubiah terletak dekat sekali dengan pantai Iboih.
Setelah puas berkeliling pulau Weh Akhirnya kami kembali ke pelabuhan feri Bolangong, untuk kembali ke Banda Aceh dengan membawa kenangan indah tentang ekowisata yang menakjubkan di wilayah terbarat Indonesia.

Tulisan pendukung.
KILOMETER ZERO UJUNG TERBARAT INDONESIA.
Target Impian para biker “Club Motor
”.

Sabang dikenal sebagai lokasi terbarat dari wilayah Nusantara, meskipun kenyataannya titik kilometer nol terbarat Indonesia masih terletak beberapa kilo meter sebelah barat kota Sabang. Pada saat ini pun, di depan balai kota Sabang masih terdapat tugu yang pernah menjadi penanda lokasi titik nol terbarat Indonesia. Namun dengan berjalannya waktu rupanya letak tersebut dikoreksi sehingga dibangun lagi tugu penanda kilometer nol di ujung paling barat pulau Weh.
Lokasi tersebut terletak di hutan lindung “Murung Ujung”, yang semenjak tahun 1982 merupakan bagian dari suaka alam Indonesia dengan luas 34 km². Menuju lokasi kilometer nol pada sisi kiri dan kanan jalan nampak banyak monyet liar. Jalan menuju lokasi tugu penanda kilometer nol berliku liku, naik turun melewati medan yang berbukit. Pada saat kita berada di atas bukit dapat melihat panorama laut, perpaduan yang sangat indah antara warna hijau hutan lindung dan warna biru laut di kejauhan. Pada sisi kiri dan kanan jalan nampak beberapa kelompok monyet liar.
Akhirnya kami sampai ke lokasi yang ditandai dengan gerbang dengan atap khas arsitektur Aceh dan kerumunan monyet .
Ujung terbarat wilayah Indonesia tersebut merupakan tebing yang sangat curam, dengan ketinggian +350m di atas permukaan laut. Di sebelah barat terhapar samudera luas. Sebagai penanda tepat pada titik nol terbarat Indonesia, dibangun menara yang menjulang tinggi. Pada bagaian puncak manara nampak bertengger dengan gagahnya lambang negara kita Garuda Pancasila. Prasasti peresmian titik nol yang ditandatangani oleh H. Trysutrisno tertanggal 9 September 1997 terdapat di ruang bagian bawah menara.
Posisi geografis Titik nol tersebut diukur dengan menerapkan teknologi satelit dengan “global positioning System” (GPS) oleh pakar BPPT dengan data sebagai berikut: 95ס 12’ 59,02’’ Bujur Timur dan 05 ס 54’ 21,99’’ Lintang Utara.
Sesuatu yang membuat kita terpana adalah keberadaan berpuluh puluh prasasti pada batu batu besar di sekeliling menara. Prasasti yang ditempelkan dengan perekat semen tersebut terbuat dari marmer atau logam anti karat. Semua prasasti tersebut dipasang oleh club Sepeda Motor dari berbagai merek dan berbagai kota asal dari Jawa, Kalimantan dan pulau lainnya yang telah melaksanakan perjalanan atau Touring dari daerah asal sampai ke lokasi ini. Berdasarkan perbincangan dengan mas Bimo Setyawan sebagai salah satu tokoh club motor Semarang, penulis mendapatkan informasi bahwa titik kilometer nol Indonesia di Sabang merupakan target utama mereka. Sungguh sayang sekali sebagai salah satu pecinta sepeda motor, penulis dari Semarang sampai di lokasi titik nol terbarat Indonesia justru tidak menggunakan sepeda motor.
Bagi semua pengunjung yang sampai ke titik kilometer nol Indonesia, asalkan sebelumnya sudah lapor ke dinas pariwisata di Kota sabang, akan mendapakan Sertifikat yang ditandatangani oleh Walikota Sabang, sebagai bukti telah mengunjungi titik kilometer nol Indonesia. Dalam sertifikat, tertera bahwa penulis merupakan pengunjung ke 29517. Bapak Firdaus sopir yang mengantar kami keliling pulau Weh berujar: “Bapak tinggal mencari sertifikat titik ujung Indonesia bagian timur di Merauke”. Penulis memang pernah bertugas di Jayapura Papua, namun sertifikat titik ujung paling timur Indonesia hanya diberikan apabila kita mengunjungi kota Merauke.

selanjutnya......

Minggu, 03 Oktober 2010

jalur pedestrian di pusat kota STUTTGART


REFLEKSI DINAMIKA KEHIDUPAN DI JALUR PEDESTRIAN STUTTGART
(Edited Version telah dimuat di Harian Umum Suara Merdeka - edisi Minggu tgl 3 Oktober 2010, hal 31)
Oleh: Gagoek Hardiman

Sebagaimana umumnya tipologi kota2 di Jerman, lokasi “Hauptbahnhof” atau stasiun kereta api utama hampir selalu terletak di pusat kota, langsung dihubungkan dengan jalur pejalan kaki. Kenyataan tersebut sangat menguntungkan bagi turis yang memanfaatkan moda angkutan kereta api sebagai sarana transportasi antar kota bahkan antar negara di Eropa.





Dengan menggunakan KA super cepat ICE (InterCity Express) kecepatan rata2 300 km/jam, kita dapat melaksanakan aktivitas jalan-jalan di beberapa ibu kota negara bagian yang berbeda sekaligus dalam satu hari. Misal pagi jalan-jalan di jalur pejalan kaki pusat kota Koeln, siang di Stuttgart dan sore di Muenchen.
Stuttgart sebagai ibu kota dari negara bagian (Bundesstatt) Baden-Wuerttemberg, merupakan salah satu kota besar di Jerman. Obyek andalan yang menarik wisatawan antara lain berbagai museum, bekas istana kerajaan dan aktivitas pusat kota yang terletak jalur pedestrian “Koenigsstrasse” yang artinya jalan Raja, jalur tersebut berada tepat di depan stasiun Kereta api pusat kota Stuttgart sehingga sangat mudah untuk dicapai bagi pengunjung dari luar kota.
Hal yang unik dari Koenigsstrasse adalah perpaduan antara jalur pejalan kaki dengan beberapa museum, bangunan kuno, taman, plaza serta fasilitas perbelanjaan. Hampir semua orang yang datang ke Stuttgart dengan berbagai keperluan pasti menyempatkan diri menikmati suasana Koenigsstrasse untuk keperluan rekreasi, belanja atau sekedar jalan2. Citra lingkungan koenigsstrasse dan sekitarnya sejak pertama kali penulis mengunjungi jalur pejalan kaki tersebut pada th 1986, dan beberapa kali pengamatan sampai saat kunjungan terakhir di tahun 2010, tidak banyak mengalami perobahan, seolah- olah jarum jam berhenti berjalan. Yang beda hanya beberapa wajah pertokoan, sedang bangunan kuno yang mendominir kawasan tersebut nyaris tidak berubah tampak luarnya, perubahan pada umumnya pada bagian interior karena perubahan fungsi bangunan. Kondisi jalur pedestrian juga masih terasa sama, kecuali beberapa “street furniture” mengalami perobahan misal; Toilet baru yang berbentuk tabung artistik tampil di tengah jalur pejalan kaki, dengan memasukkan uang logam 2 euro atau sekitar Rp.22.000, pintu akan terbuka sendiri untuk sekali pakai. Namun secara menyeluruh “jiwa atau Ruh” Koenigsstrasse masih nampak abadi dari tahun ke tahun, atau dapat dikatakan tidak lekang dimakan Zaman.


ATRAKSI INFORMAL
Unsur-unsur sektor informal atau di Indonesia disebut “kaki lima“ menambah daya tarik jalur pejalan kaki Koenigsstrasse sehingga suasana menjadi semarak dan hidup. Aktivitas informal tersebut menjadikan sepanjang jalur pejalan kaki Koenigsstrasse seolah sebagai panggung pertunjukan yang merefleksikan dinamika kehidupan. Atraksi yang terdapat di sepanjang jalan tersebut antara lain pelukis di pinggir jalan, musik, tukang sulap, pantomim, akrobat dan sebagainya. Semua kegiatan tersebut tidak menetap, hampir tiap hari berganti sehingga tidak membosankan.
Pada saat tertentu Lembaga masyarakat misal buruh pekerja yang di jerman disebut “Arbeiter” nampak berkumpul di jalur pedestrian meneriakkan yel-yel menggunakan pengeras suara, membentangkan poster dan spanduk melakukan unjuk rasa. Mereka menuntut kenaikan gaji dan jam kerja yang lebih pendek, atau menuntut peningkatan jaminan sosial dan kesejahteraan.
Jalur pedestrian Koenigsstrasse dimanfatkan pula untuk menggelar kegiatan khusus, misal peringatan hari jadi kota Stuttgart, hari Natal, tahun baru dsb. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan khusus tersebut, jalan dipenuhi lapak- lapak non permanen yang menjual berbagai makanan, minuman, produk industri kerajinan, bagaikan “DUGDERAN” di Semarang. Di antara pohon-pohon dipasang berbagai asesoris lampu warna warni dengan berbagai motif sehingga nampak gemerlap dan semarak di waktu malam.
Mengingat beragamnya aktivitas yang dapat digelar di jalur pedestrian, sebagai tindakan prefentiv untuk menghindari hal- hal yang tidak diinginkan, misal suporter sepak bola yang melakukan randalisme, penjualan narkoba, orang mabuk yang memecahi botol minuman keras dsb. Secara periodik nampak beberapa polisi pria dan wanita melaksanakan patroli dengan berjalan kaki atau naik kuda. Keberadaan patroli polisi berkuda yang nampak atraktiv ini justru menjadi daya tarik khusus bagi turis dari luar jerman.

PENGEMIS & GELANDANGAN
Sebagai salah satu negara industri yang sukses di dunia. Secara logika di Jerman tidak akan ada pengemis dan gelandangan. Teoritis benar karena semua warga negara Jerman asli maupun keturunan yang secara ekonomi tidak mampu atau tidak bekerja, karena sakit berat, cacat, akan disantuni secara rutin oleh kantor sosial. Bantuan tersebut dinamakan “Sozialgeld” atau uang bantuan sosial. Bahkan untuk gelandangan atau “obdachlos” disediakan tempat bernaung. Namun faktanya, di tepi jalur pejalan kaki di pusat kota sering terlihat beberapa pengemis atau gelandangan. Meski mereka ditampung dan disantuni oleh pemerintah, tetapi mental gelandangannya sudah mendarah daging tidak mau bekerja secara normal. Hanya saja pengemis dan gelandangan di Stuttgart berpenampilan keren pakai jas kadang-kadang ditemani anjing herder, sambil membawa beberapa botol minuman keras bermerek. Duduk di emperan toko sambil meletakkan topi yang terbuka. Di dalam topi tersebut nampak bertumpuk uang logam, sedekah dari pejalan kaki yang lewat. Pemandangan tersebut memang nampak aneh, orang Jerman kok jadi pengemis. Aneh tetapi nyata, bak pepatah tiada gading yang tak retak. Sehebat hebatnya bangsa jerman ternyata ada juga yang jadi pengemis dan gelandangan walau jumlahnya sangat sedikit.
MELIHAT DAN DILIHAT
Jalur pejalan kaki benar-benar mirip panggung pertunjukan dinamika kehidupan manusia. Ada yang berjalan kaki sambil melihat- lihat berbagai atraksi, ada pula yang datang agar “dilihat”. Sesekali kita jumpai sekerumunan anak- anak muda dengan pakaian “Punk Rock”, rambut tegak warna warni, celana jean compang camping, asoseris rantai logam, badan penuh tato, ataupun sekelompok remaja yang mengenakan pakaian warna warni ala Harajuku Jepang. Kadang2 sekelompok group pecinta sepeda motor terlihat mejeng bersama di jalur pejalan kaki, sepedamotor gedenya diparkir berjajar di tepi jalan. Suporter sepak bola dengan atribut klub pujaannya juga selalu bergerobol di jalur pejalan kaki menjelang dan sesudah pertandingan sepakbola yang merupakan olahraga tervaforit di Jerman. Mereka nampang dengan bangga, menunjukkan eksistensinya.

TAMAN KOTA dan PLAZA
Sebagai jalur pejalan kaki, Koenigsstrasse berhubungan dengan taman-taman kota yang indah dan asri, hingga di samping menikmati atraksi sepanjang kiri dan kanan jalan, aktivitas jalan- jalan bisa diselingi dengan menikmati taman yang sangat indah, terutama dalam musim semi dan panas. Pada musim rontok dan musim dingin taman-taman tersebut nampak lengang. Namun bagi pengunjung dari negara tropis taman- taman yang diselimuti salju justru menjadi atraksi yang sangat menarik terutama untuk mengambil foto diri sebagai kenang- kenanganan dengan latar belakang taman yang diselimuti salju dan air kolam yang membeku.
Pusat aktivitas di Koenigsstrasse adalah Plaza terluas di Stuttgart terletak di depan bekas istana kerajaan, disebut Schlossplatz atau plaza Kerajaan dibangun antara tahun 1746 and 1807 dilengkapi dengan taman, tugu, patung dan air mancur yang sangat menarik dan megah sebagai tetengar kota Stuttgart. Sekitar 50 meter dari Koenigsstrasse juga terdapat plaza yang disebut Karlsplatz Pada tiap hari sabtu plaza ini dipenuhi lapak atau tenda yang menjual barang antik, buku antik , pakaian bekas, mainan bekas, piringan hitam, cassete lagu-lagu lama dan sebagainya dengan harga murah, maka kita tidak heran kalau selalu dipadati oleh pengunjung. Tempat transaksi tersebut dinamakan “Flohmarkt - Troedelmarkt” dalam bahasa Indonesia artinya pasar loak. Keberadaan pasar loak tersebut sangat membantu bagi mahasiswa asing termasuk beberapa mahasiswa dari Indonesia yang kondisi keuangannya terbatas. Karena berbagai barang antara lain pakaian dingin, jaket, jas, pulover berbagi model dapat dibeli dengan harga murah. Tentu saja melalui tawar menawar yang ulet persis seperti transaksi pasar loak di Indonesia. Hanya saja pada umumnya para penjual tidak menguasai bahasa Inggris, hingga bagi pembeli yang tidak bisa menawar dalam bahasa Jerman dapat menggunakan bahasa isyarat atau bahasa Tarzan.


MUSEUM
Beberapa Museum terkenal di kota Stuttgart terletak di sekitar jalur pejalan kaki Koenigsstrasse. Pada umumnya museum tersebut memanfaatkan bangunan kuno dengan arsitektur antik yang menarik. Antara lain museum yang memamerkan peninggalan benda2 kerajaan Stuttgart, museum seni, museum antropologi, museum biologi dsb. Terdapat pula “Kunstmuseum” atau museum seni Stuttgart yang diresmikan tahun 2005 dengan langgam arsitektur modern menggunakan kaca pada seluruh dinding dan atapnya, bangunan tersebut nampak sangat transparant, apabila malam hari sangat menakjubkan karena nampak bagaikan kotak kaca yang indah dengan cahaya warna warni di dalamnya. Mengunjungi museum bagi pejalan kaki merupakan selingan yang sangat sesuai, karena di dalam museum pengunjung tetap dapat berjalan keliling mengamati obyek sehingga aktifitas jalan-jalan di jalur pejalan kaki menjadi lebih berfariasi.

WISATA KULINER
Tentu saja aktivitas jalan-jalan selalu terkait dengan makan dan minum. Di sepanjang jalan dengan sangat mudah dijumpai berbagai macam makanan dan minuman khas Jerman maupun eksotis.
Masyarakat Jerman merupakan pelahap sosis nomor wahid di dunia. Hal tersebut terbukti dengan berbagai ragam sosis yang ditawarkan di sepanjang jalan Koenigsstrasse, antara lain sosis sapi, ungas, babi ada pula sosis yang berisi darah atau disebut “Blutwurst” bahkan ada yang dibuat dari daging kuda atau “Pferdewurst”. Sosis daging kuda menurut penulis rasanya sangat lezat. Cara penyajiannyapun bermacam- macam antara lain dengan alat pemanggangan yang diameternya hampir 2 meter. Loyang pemanggang digantung diatas api sekaligus berpuluh puluh sosis dipanggang diatasnya.

Mengingat etnis keturunan Turki terdapat hampir merata di seluruh Jerman, tidak heran kita akan dengan mudah menemukan rumah makan Turki yang menjual berbagai masakan Turki atau khusus menjual Kebab. Bahkan Kebab merupakan salah satu makanan eksotis favorit bagi warga Jerman disamping spageti dan piza Itali. Terbuat dari daging kambing yang secara berlapis disusun setinggi hampir satu meter dengan diameter sampai 40 cm, berputar diatas alat pemanggang. Disamping kebab disediakan pula “Tuerkischer Joghurt” atau susu fermentasi khas Turki. Cara menghidangkan kebab, irisan daging pada umumnya diletakkan di dalam roti khas Turki. Atau digulung dengan adonan pipih. Dinikmati dengan saos bawang putih bagi yang tidak suka dapat menggunakan saos tomat, satu kebab harganya 4 euro setara dengan Rp. 45.000.
Adapula makanan eksotis dari Eropa Timur disebut Schasilk. Bentuknya seperti sate dengan potongan daging yang besar-besar, diantara tusukan daging sapi diselingi bawang bombai dan paprika. Karena ukuran Schasilk yang extra besar, maka satu porsi hanya terdiri dari 1 tusuk saja dapat dinikmati bersama kentang goreng atau roti dengan saus pedas, lengkap dengan segelas soft drink kita cukup membayar 10 euro setara dengan Rp.110.000,-. Lebih kurang sama dengan harga sekali makan dengan segelas minuman di kantin mahasiswa universitas Stuttgart.
Daging segar, sayur mayur dan buah-buahan segar dijual pula tiap hari sabtu dengan lapak-lapak bongkar pasang di salah satu plaza di sekitar jalur pejalan kaki. Yang cukup mengherankan, disini penulis menjumpai pula berbagai buah tropis yang justri di Indonesia sulit didapat, antara lain buah Kesemek “Diospyros kaki” seperti yang sering dijual oleh penjaja buah dingin dalam gerobak dorong di Semarang namun ukurannya jauh lebih besar. Ada lagi buah yang di Indonesia kemungkinan tidak dijual bahkan tidak lazim dimakan yakni buah Ciplukan “Physalis minina” seperti tomat mini warna kuning yang terselubung oleh kelopak warna coklat transparant. Panorama lapak kaki lima penjual sayur dan buah segar ini juga menambah daya tarik jalur pejalan kaki.
Makanan khas jerman yang lain adalah Bretzel, berupa roti dari tepung gandum ditaburi garam rasanya gurih. Tempat berjualan Bretzel dapat dijumpai dibeberapa tempat di jalur pedestrian pada semua kota di Jerman. Tempat penjualannya seperti kios rokok di Indonesia. Tentu saja Bretzel juga tersedia di semua toko roti. Harganya untuk ukuran Jerman sangat murah yakni 1 euro tanpa mertega dan 1,5 euro dengan olesan mertega setara dengan Rp. 11.000 dan Rp. 16.500, namun rasaya enak dan mengenyangkan.
Untuk menikmati kuliner di Stuttgart akan lebih terasa lezatnya kalau kita dalam keadan lapar, seperti kata orang Jerman: “Hunger ist der besten Koch” yang artinya: Lapar adalah juru masak terbaik.
selanjutnya......

Sabtu, 07 Agustus 2010

BANTIMURUNG SUL- SEL


MENIKMATI SENSASI ALAM DI KERAJAAN KUPU-KUPU BANTIMURUNG SULAWESI SELATAN

("edited version" telah dimuat di harian umum Suara Merdeka-edisi Minggu. tgl 8 Agustus 2010 hal 31).
oleh: Gagoek Hardiman


Sebagai pusat Indonesia bagian timur Makassar merupakan kota yang banyak didatangi pengunjung dari berbagai daerah di Nusantara. Bagi wisatawan yang datang ke Makassar dapat dipastikan akan tertarik untuk mengunjungi Tana Toraja sebagai obyek wisata unggulan Sulawesi Selatan. Apabila tempat tersebut sudah pernah dikunjungi masih ada lagi obyek wisata alam unggulan yang merupakan perpaduan dari unsur flora dan fauna yang dikenal dengan nama taman wisata alam dan cagar alam Bantimurung terletak dikaki gunung Bulusaraung. Sesuai hasil penelitian Alfred Russel Wallace (1823-1913) yang......



memberikan julukan terhadap kawasan tersebut sebagai ”Kerajaan Kupu-kupu” (The Kingdom of Butterflies) sampai sekarang tidak kurang dari 160 spesies kupu2 terdapat dalam area perbukitan tras seluas ± 43.750 Ha. Berdasarkan kondisi alam dan sarana prasarananya, tempat wisata Bantimurung merupakan obyek wisata yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan mulai dari wisata rekreasi keluarga, pasangan remaja, pecinta alam dan ilmiah.

PENCAPAIAN DAN GERBANG UTAMA
Untuk mengunjungi obyek wisata Bantimurung, dari Makassar dapat dilaksanakan dalam satu hari pulang pergi tanpa bermalam. Jarak dari kota Makassar sekitar 45 km melalui kota Maros, menggunakan angkutan umum yang disebut “Pete Pete” dengan tarif Makassar-Maros-Bantimurung sekitar Rp. 10.000, waktu tempuh 3 jam, apabila menggunakan kendaraan pribadi memerlukaan waktu sekitar 1,5 sampai 2 jam. Sepanjang perjalanan dapat dinikmati pemandangan alam khas Sulawesi Selatan, serta perkampungan dengan rumah2 panggung ala Bugis

Dalam perjalanan menuju Bantimurung, di sebelah kiri jalan akan nampak deretan bukit tras. Sebagaian dari perbukitan tersebut nampak telah diekploitasi sebagai tambang bahan dasar semen oleh Pabrik semen Tonasa. Semakin mendekati kaki gunung Bulusaraung bukit tras yang ditumbuhi hutan alam semakin nampak jelas daya tarik keindahannya. Akhirnya pada lereng bukit tras kira2 300 meter dari jalan nampak ada tulisan dengan ukuran raksaksa: TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG. Tulisan 3 dimensi dari lembaran logam anti karat tersebut kemungkinan merupakan yang terbesar di Indonesia sebagai penanda lokasi obyek wisata.
Gerbang masuk untuk pengunjungpun sangat unik karena dilengkapi figur kupu-kupu dengan ukuran spektakuler warna biru, seakan akan untuk menyakinkan pada pengunjung bahwa Bantimurung benar benar sebagai kerajaan kupu- kupu. Tepat dibelakang figur kupu kupu, terdapat patung monyet dengan ukuran raksaksa pula. Keunikan pintu gerbang ini rupanya sangat berhasil menarik perhatian karena banyak pengunjung yang berupaya untuk berfoto dengan latar belakang gerbang tersebut.

KERAJAAN KUPU2
Karcis masuk untuk pengunjung dewasa Rp.10.000, anak-anak Rp.5,000, bagi wisatawan manca negara dikenakan tarif yang lebih mahal Rp. 20.000 tiap orang. Harga karcis masuk ini jauh lebih murah apabila dibandingkan dengan karcis masuk taman rekreasi tertutup “ Trans Studio” di pantai Losari kota Makassar sebesar Rp. 100.000 tiap pengunjung. Harga tiket yang relatif terjangkau bagi masyarakat umum tersebut, merupakan salah satu sebab jumlah pengunjung di obyek wisata Bantimurung melimpah ruah terutama pada hari libur. Setelah melewati petugas pemeriksa tiket, dapat dipastikan pengunjung sangat penasaran untuk segera melihat berbagi jenis kupu-kupu di alam bebas. Tentu saja harapan tersebut tinggal harapan karena 160 species kupu-kupu tersebut tersebar di hutan Lindung yang sangat luas. Selain itu di tempat yang sangat ramai dipadati pengunjung menyebabkan kupu-kupu merasa terusik. Namun indikasi kerajaan kupu-kupu masih terasa, karena penulis masih sempat menjumpai sekitar 20 jenis kupu-kupu dengan warna dan ukuran yang beragam. Untuk mengabadikan juga tidak mudah karena kupu-kupu tersebut sangat lincah beterbangan kesana dan kemari. Bagi ahli biologi yang ingin melihat, meneliti dan mengabadikan kupu-kupu secara lebih intensif dan detail dapat diantar oleh pemandu wisata khusus atau orang yang profesinya mencari kupu-kupu, masuk kedalam hutan. Untuk keperluan tersebut tentu saja memerlukan waktu beberapa hari agar dapat menjumpai 160 spesies kupu2. Untuk mendapat informasi lengkap mengenai kupu2 Bantimurung, pengunjung dapat mempelajari dan mengamati berbagai jenis kupu-kupu di sangkar penangkaran serta mengamati dan mencermati hampir semua jenis kupu2 di Bantimurung dalam Museum kupu-kupu yang dibangun di dalam area wisata.
Namun nampaknya wisatawan yang berkehendak untuk mempelajari dan mencermati kupu-kupu Bantimurung di Museum hanya sebagaian kecil saja apalagi yang ingin menemukan 160 sepesies kupu2 dalam hutan Bantimurung. Karena pengunjung sudah sangat puas melihat berpuluh puluh macam kupu-kupu yang sangat indah dan menarik dari penjaja souvernir, meskipun kupu-kupu tersebut sudah diawetkan.

WISATA AIR
Disamping atraksi menikmati berbagai jenis kupu-kupu baik yang hidup di alam bebas dan di penangkaran, maupun yang sudah diawetkan di dalam museum. Atraksi menarik lainnya adalah menikmati wisata alam air terjun. Dari bukit yang tertutup rapat dengan pepohonan, muncul air terjun yang sangat deras, Air yang langsung keluar dari sumber alam di kaki gunung Bulusaraung tersebut mengalir di antara bebatuan hitam, warna hitam dari bebatuan nampak kontras dengan air sungai yang bening jernih. Kesejukan air dimanfaatkan oleh sebagaian besar pengunjung mulai dari anak-anak balita sampai manula untuk berendam, berenang khususnya bagi anak-anak kecil dengan menggunakan ban dalam mobil yang banyak disewakan di lokasi tersebut. Atau sekedar duduk2 dan berjalan jalan di atas batu-batu di antara aliran air. Bagi yang enggan berbasah basah dapat pula menggunakan perahu kecil.
Sebagai pelengkap dari wisata air tersebut terdapat pula “flying fox” dengan kabel baja yang melintasi sungai. Sebagai mana layaknya tempat wisata pada area di tepi sungai tersebut juga dilengkapi dengan berbagai sarana bermain anak.
Sesuai dengan julukan Indonesia sebagai “megabiodiversity country” tentu terdapat banyak species indemik di Bantimurung. Berdasarkan data informasi yang terpasang pada kawasan tersebut. Fauna yang unik selain kupu-kupu adalah ikan yang dalam bahasa latin disebut “Marosatherina Jadigesi” karena hanya ditemui di kabupaten Maros atau Ikan Beseng-beseng Celebes, dalam bahasa Jerman di sebut “Sonnensthrahlenfish” atau ikan cahaya matahari sebutan populer lain adalah “Rainbow fish” di alam dapat mencapai ukuran panjang 55.4 mm. Pada tahun 1976 diekspor besar besaran ke Eropa. Perhimpunan ikan hias Indonesia (PIHI) menggunakan ikan tersebut sebagai LOGO. Tahun 2003 ikan tersebut tercatat dalam “red data book“ IUCN atau badan konservasi dunia sebagai ikan yang terancam kepunahan. Ikan tersebut selain terdapat di sungai Bantimurung juga terdapat di sungai lain di Kabupaten Maros yakni sungai Makatoang dan sungai Patunuang. Dengan adanya ikan langka tersebut maka di kawasan Kabupaten Maros antara lain di Sungai Bantimurung dapat pula dijadikan wisata ilmiah penelitian ikan langka.


SARANA PRASARANA UNT WISATA ALAM DAN ILMIAH
Untuk menikmati obyek wisata di kawasan Hutan Bantimurung dengan berbagai atraksinya antara lain 160 spesies kupu2, ikan langka, goa alam dsb. Tentu tidak akan mungkin kalau hanya berkunjung dalam waktu beberapa jam saja. Bagi wisatawan ilmiah atau peneliti yang ingin bermalam tersedia beberapa pondok, berupa rumah panggung dari Kayu dengan tipe arsitektur tradisional Bugis. yang didirikan di dalam kawasan rekreasi. Dapat dibayangkan pada malam hari suasananya pasti sangat mencekam, bagi pecinta alam kegelapan malam dan suara suara binatang malam justru menimbulkankan sensasi yang khas. Namun bagi wisatawa atau peneliti yang ingin bermalam di hotel dapat kembali ke Makassar dan kembali pada keesokan harinya.

Bagi wisatawan yang beragama islam tentu memerlukan Mushola, sehubungan dengan keperluan tersebut kawasan wisata Bantimurung sudah dilengkapi fasilitas untuk melaksanakan sholat wajib 5 waktu bagi pengunjung muslim. Disain Mushola yang ada sangat spesifik karena bentuknya benar benar menyatu dengan alam, terbuat dari struktur beton menyerupai akar pohon dan jamur raksaksa dengan warna alami yang ditumbuhi lumut jadi penampilannya sudah menyatu dengan alam lingkungannya. Tentu saja tampilan bangunan Mushola yang tidak lazim menyebabkan, pengunjung tidak dapat segera mengenali bangunan tersebut sebagai Mushola. Tanda- tanda bahwa bangunan itu adalah mushola, nampak banyak orang sholat di dalamnya, serta ada gerbang yang bentuknya juga seperti batang pohon dengan lambang bulan bintang di atasnya. Sehingga orang tahu bahwa bangunan tersebut adalah mushola.
Bagi kaum remaja tersedia atraksi wisata yang cukup menantang dan mengasyikkan yakni mendaki tangga curam yang berjumlah 150 anak tangga yang terdapat di samping air terjun menuju goa yang konon menurut pemandu wisata pada zaman dahulu merupakan tempat bersemedi raja Bantimurung, pada lokasi bekas tempat bersemedi raja Bantimurung tersebut terdapat sumber air yang konon apabila dipergunakan untuk membasuh muka akan menyebabkan awet muda. Dari loket masuk obyek wisata, lokasi goa tersebut dapat dicapai dalam waktu 1 jam menembus hutan. Sebagai kawasan dengan struktur geologi berupa tras atau kapur, terdapat beberapa goa yang dilengkapi stalaknit dan stalaktit Untuk menuju goa-goa tersebut harus melewati jalan curam dan yang berliku, bagi remaja pecinta alam kondisi tersebut justru sangat dinamis penuh sensasi, tepat untuk memacu adrenalin kawula muda.

WISATA KULINER
Sesuai dengan budaya masyarakat setempat sebagai penggemar menu ikan laut, nampak banyak pengunjung membakar ikan laut yang dibawa dari Makassar atau wilayah pantai lainnya di Sulawesi Selatan. Mereka menikmati nasi dengan ikan laut bakar diatas tikar di tepi tebing di bawah kerindangan pepohonan. Ikan tersebut dipanggang di antara batu batu di tepi sungai.
Bagi pengunjung yang tidak membawa bekal, dapat membeli berbagai makanan dan minuman yang ditawarkan pada areal di sekitar tempat parkir sebelum masuk pintu gerbang utama. Pengunjung dapat menikmati berbagai makanan khas Sulawesi Selatan antara lain coto Makassar, ikan bakar, es Palu Butung, kueh Jalang Kote. Selain makanan yang ditawarkan dalam kios-kios juga terdapat beberapa penjual yang menggunakan gerobak di atas sepeda motor menawarkan Jagung bakar, mie bakso dan sebagainya.
Memang benar setelah mengunjungi pantai Losari di Makassar, Tana Toraja dan Bantimurung kita betul betul telah merasa menikmati keindahan alam Sulawesi Selatan.

CINDRA MATA
Area parkir yang dipenuhi bis pariwisata, kendaran bermotor pengunjung serta mobil angkutan umum yang disebut “pete pete”, merupakan salah satu indikasi bahwa obyek tersebut merupakan tujuan wisata favorit di Sulawesi Selatan. Sekitar tempat parkir terdapat deretan kios cindera mata dan pedagang kaki lima yang menawarkan berbagai macam souvenir khas Bantimurung. Kupu-kupu yang telah diawetkan merupakan cindra mata khas Bantimurung, tersedia dalam berbagai jenis, ukuran dan warna Hampir 160 spesies kupu- kupu yang berdasarkan penelitian terdapat di kawasan Bantimurung dapat dibawa pulang sebagai cindra mata, tentu saja dalam bentuk kupu-kupu yang telah diawetkan. Kupu-kupu tersebut merupakan hasil perburuan dari kawasan Bantimurung. Cindera mata lainpun misal kaos, topi, tas dan sebagainya juga dilengkapi motif kupu-kupu sesuai dengan ciri khas Bantimurung. Kupu-kupu yang telah diawetkan ditata rapi dalam pigura kaca dalam berbagai ukuran. Jumlah kupu-kupu di dalam pigura juga sangat beragam, ditawarkan pula gantungan kunci yang berisi kupu-kupu, dengan tulisan “Bantimurung”, karena harganya relatif murah maka gantungan kunci ini merupakan cindra mata yang paling banyak dibeli oleh pengunjung sebagai buah tangan atau oleh-oleh. Disamping kupu-kupu mereka juga menyediakan hewan insekta lain yang juga telah diawetkan misal kalajengking, laba-laba, berbagai jenis kumbang dsb. Apabila kita memiliki hobby “terarium” kita juga bisa memesan binatang- binatang tersebut yang banyak terdapat di hutan Bantimurung dalam kondisi hidup.

Selain dijajakan dalam kios-kios atau di kaki lima pada pelataran depan loket masuk, terdapat pula anak anak kecil sebagai pemandu wisata yang menawarkan jasa secara sukarela. Tanpa diminta mereka menjelaskan segala sesuatu yang ada di kawasan wisata Bantimurung. Bahkan anak-anak tersebut juga bisa berceritera tantang hikayat raja Bantimurung pengetahuan mereka se olah-olah sudah setara dengan pemandu obyek wisata yang profesional. Bahkan bersedia mengatar kita untuk menemukan berbagai jenis kupu-kupu hidup. Setelah kita mengakhiri kunjungan anak-anak yang merangkap “guide” sukarela tersebut menawarkan kotak-kotak kecil yang mereka jinjing. Isi kotak tersebut adalah kupu-kupu yang telah diawetkan dari jenis pilihan yang sangat menarik. Kalau kita tidak tertarik untuk membeli kita cukup memberi uang sebagai jasa mereka sebagai “guide” sukarela, besarnya uang lelah tersebut tentu saja sesuai kerelaan kita.
selanjutnya......

Minggu, 07 Juni 2009

MAKASSAR


PESONA REKREASI PANTAI LOSARI MAKASSAR.

("edited version" telah dimuat di harian umum Suara Merdeka-edisi Minggu. tgl 7 Juni 2009 hal 31.
oleh: Gagoek Hardiman
Sebagai kota terbesar di Indonesia bagian timur, Makassar banyak disinggahi oleh pengunjung dari berbagai penjuru Indonesia dan luar negeri, untuk tujuan utama ataupun sekedar transit sebelum dan sesudah mengunjungi obyek wisata, antara lain: Wisata budaya tradisional di Tana Toraja dan wisata alam di Bantimurung kabupaten Maros.
Di dalam kota,.......


terdapat dua obyek yang sangat dikenal yakni; Pantai Losari dan lapangan Karebosi, dua lokasi ini menawarkan berbagai atraksi menarik khas Makassar. Bagi pengunjung dari Jawa Tengah ada pula hal yang sangat familier, yakni kenangan terhadap perjoangan Pangeran Diponegoro. Karena kita dapat mengunjungi tempat pengasingan dan makam Pangeran Diponegoro di Kota Makassar .





Pantai Losari sebagai ciri khas kota Makassar.

Dibanding dengan kota pantai lain di Indonesia seperti Manado, Jayapura, Ambon, Semarang dan sebagainya. Dapat dikatakan kota Makassar sangat berhasil dalam memanfaatkan potensi keindahan pantai Losari sebagai magnet yang mengandung daya tarik yang luar biasa. Hampir semua pengunjung dari luar daerah yang datang ke Makassar selalu berusaha menyempatkan diri untuk menikmati keindahan pantai Losari demikian pula bagi masyarakat kota Makassar, pantai Losari merupakan tempat rekreasi yang ideal. Konsep Waterfront City telah diterapkan dengan baik, selain infrastuktur yang mendukung kualitas pantai, beberapa hotel berbintang telah dibangun sepanjang pantai. sehingga tamu hotel dapat menikmati secara langsung keindahan pantai dan laut terutama pada saat matahari terbenam di senja hari. Perpaduan warna laut dan langit, biru berbaur dengan pantulan sinar matahari yang bernuansa kuning dan merah, sungguh indah, mempesona serta menawan hati. Keberadaan hotel- hotel mewah tersebut tidak menghalangi panorama laut, karena dari tepi pantai masih terpisahkan oleh jalan umum. Sehingga pandangan langsung kearah laut dari koridor jalan tidak terhalang oleh bangunan.
Dahulu wilayah pesisir pantai Losari Makassar ini merupakan daerah rawan abrasi dengan adanya 7 outlet drainasi, berkat pembangunan berdasarkan pendekatan wilayah pesisir terpadu atau “Integrated coastal zone management, sekarang wilayah pesisir merupakan ciri khas kota atau “land mark” Makassar yang sangat layak untuk dibanggakan.

Pantai Losari sebagai tempat Rekreasi masyarakat Makassar.

Dapat dikatakan pantai Losari Makassar hidup 24 jam, dari pagi sampai malam berbagai aktifitas dapat kita jumpai di pantai losari mulai dari Hotel mewah sampai pedagang asongan. Jalan yang terletak ditepi pantai Losari diberi nama sesuai dengan fungsinya yakni “jalan Penghibur”. Namun tidak semua atraksi layak untuk dikunjungi karena beberapa atraksi malam di jalan Nusantara yang merupakan lanjutan jalan Penghibur ke arah Utara, tepatnya di seberang pelabuhan peti kemas, terdapat banyak kelab malam yang fasade bangunannya di penuhi oleh iklan minuman beralkohol, tentu saja lokasi ini diwaktu malam sangat tidak direkomendasikan untuk dikunjungi.

Kawasan pesisir pantai Losari sangat berhasil sebagai ruang terbuka publik yang berfungsi sebagai tempat rekreasi kota.
Pada pagi hari pantai Losari sudah dipenuhi oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja sampai manula yang melaksanakan berbagai aktifitas antara lain Joging. Pada sore hari banyak keluarga yang membawa anak- anak untuk sekedar duduk santai dan berjalan-jalan di tepi pantai. Sampai senja hari pun masih banyak pengunjung di pantai Losari. Pasangan remaja banyak memanfaatkan suasana yang romantis saat matahari tengelam di tepi pantai untuk memadu kasih. Atau memanfaatkan lokasi indah tersebut untuk berfoto bersama. Atau sekedar ngobrol- ngobrol dengan teman-teman sebaya. Pada umumnya mereka datang ke pantai menggunakan sepeda motor dengan berbagai type muthakir yang diparkir secara rapi pada ruang parkir yang telah disediakan. Ada pula yang mengendarai mobil dan diparkir ditepi jalan dengan sound system yang kadang kala dapat didengar dari jarak beberapa meter.

Mengingat di depan pantai Losari terdapat beberapa pulau kecil, maka secara periodik diadakan lomba mendayung perahu kecil dari pantai menuju salah satu pulau di sebelah barat pantai Losari. Lomba tersebut sangat menarik perhatian masyarakat, sesuai dengan suku Makassar terkenal sebagai pelaut handal. Plaza utama pantai Losari dilengkapi dengan huruf- huruf raksaksa yang membentuk tulisan “PANTAI LOSARI”, pada lokasi tersebut sering diselenggarakan pertunjukan live music , fashion show dan sebagainya. Fasilitas rekreasi kota yang suasananya mirip dengan pantai Losari Makassar tetapi dalam skala yang lebih kecil adalah pantai Kamali di kota Bau-Bau pulau Buton Sulawesi Tenggara.

Reklamasi laut tanjung bunga- GTC
Jalan yang menyusuri pantai Losari sesuai dengan karakternya diberi nama resmi: Jalan Penghibur. Mulai dari pusat jajan rakyat di Tanjung Bunga kearah Selatan, jalan Penghibur bersambung dengan jalan Metro Tanjung Bunga yang dibangun di kawasan air laut dengan sistem pengurugan air laut atau reklamasi laut, sepanjang 1 kilometer sampai ke kawasan Mall Goa Trade Centre atau dikenal dengan GTC. Dalam program urban design atau penataan kota, pemerintah kota Makassar rupanya tidak tanggung-tanggung dalam menerapkan kemajuan teknologi masa kini dengan tetap memperhatikan keharmonisan dan kelestaraian lingkungan.
Jalan tersebut melewati teluk kecil sehingga pemandangan kiri dan kanan jalan adalah air laut, jalan tersebut disebut jalan Metro Tanjung Bunga. Pandangan dari jalan yang dibangun di atas laut ke arah barat, adalah panorama laut biru. Namun pandangan ke arah timur diwarnai dengan kawasan ligkungan kumuh Mariso, sedikit demi sedikit wajah kekumuhan tersebut sudah berganti dengan rumah susun sederhana atau Rusunawa yang sudah dibangun beberapa blok dan akan segera dibangun beberapa blok lagi. Dengan demikian wajah kota Makassar dari arah laut akan tampak bebas dari kekumuhan. Berkat adanya jalan baru melewati laut tersebut. maka kawasan Goa Trade Centre telah berobah menjadi kawasan mewah lengkap dengan sarana wisata yang cukup spektakular “Trans world” yang saat ini masih dalam tahap pembangunan, rencananya “Trans world” akan dibuat seperti dunia Fantasi Jakarta atau “Disney Land” dan akan diresmikan penggunaanya pada tahun 2010.
Kawasan air disebelah timur jalan Metro Tanjung Bunga sekarang berubah seperti danau yang dinamakan Laguna. Kita bisa menikmati keindahan Laguna tersebut disenja hari sambil menikmati aneka makanan khas Makassar di pusat jajan Tanjung Bunga.

ARTIKEL PENDAMPING

Kuliner khas Makassar sekitar pantai Losari.
Apabila kita ingin lebih nyaman, tenang dan santai dalam menikmati suasana sepanjang pantai Losari dan sekitarnya, dapat menggunakan jasa pengemudi becak yang banyak terdapat di sepanjang jalan Penghibur. Tentu saja bagi pengunjung dari pulau Jawa, naik becak di Makassar akan terasa agak canggung, karena relatif sempit. Sehingga bila dinaiki oleh dua orang dewasa sekaligus terasa kurang nyaman. Namun lain halnya bagi pasangan remaja yang berpacaran tentu akan terasa menyenangkan dan penuh sensasi. Becak khas Makassar tersebut banyak yang dilengkapi dengan pernik pernik hiasan atraktif untuk menarik perhatian calon penumpang.

Berbagai makanan khas Makassar dapat dinikmati di sepanjang pantai Losari dan pusat jajanan tradisional pada lokasi khusus pusat jajan Tanjung Bunga ditepi laguna. Makanan khas makassar yang dapat dicoba kelezatannya, antara lain: “Palu Basa” menu favorit di Makassar yang menggunakan bahan utama daging sapi dengan kuah kental di campur parutan kelapa yang sudah digoreng dan saat menghidangkan tiap mangkok ditambah dengan 1 atau 2 butir telur mentah, selain di Tanjung Bunga, warung yang menjual Palu Basa paling favorit se Makassar terletak di jalan Srigala, untuk menikmati hidangan ini kita harus sangat sabar untuk menunggu giliran mendapat tempat duduk.

Bagi pengunjung yang ingin menikmati menu segar dapat menikmati es “Palu Butung” dari kacang hijau dan pisang rasanya lezat, nikmat dan menyehatkan, sangat cocok apabila dinikmati pada siang hari.

Disamping makanan yang telah disebut di atas, tentu saja sesuai lokasi kota di tepi pantai, terdapat banyak makanan dari bahan ikan laut antara lain “Palu Mara” ikan laut dimasak dengan kunyit. Aneh tetapi nyata di tepi pantai losari juga banyak penjual ikan bakar dengan label Ikan bakar Lamongan Jawa Timur tentu saja koki dan penjualnya pun asli Lamongan jawa Timur.

Bagi penggemar masakan sejenis sop, di sekitar pantai Losari Makassar terdapat berbagai macam sop, antara lain: sop konro atau iga sapi, sop saudara dari jerohan sapi. Sedangkan bagi mereka yang menghindari makanan berlemak terdapat sop ubi.

Tentu saja tempat penjualan makanan tidak hanya pada sentra makanan Tanjung Bunga tetapi terdapat pula di beberapa restoran, warung dan lapak kaki lima di sepanjang pantai Losari. Lapak kaki lima antara lain menyediakan minuman saraba (wedang jahe) dengan pisang epe (pisang bakar), jagung bakar, serta jajanan khas Makassar yang disebut jalang kote, mirip dengan pastel di Jawa. Cara menikmatinya cukup unik jalang kote dilubangi,

saos pedas dimasukkan kedalam lobang tersebut kemudian dinikmati kelezatannya.
selanjutnya......

Rabu, 04 Februari 2009

MEKAH & MADINAH


MENIKMATI FENOMENA ALAM DAN BUDAYA DISEKITAR MEKAH DAN MADINAH
("edited version" telah dimuat di harian umum Suara Merdeka edisi Minggu tgl 1 Februari 2009 hal 31).
Oleh:Gagoek Hardiman

Mekah dan Madinah merupakan persinggahan utama bagi jamaah haji Indonesia selama menunaikan ibadah haji. Karena kesempatan berkunjung ke tanah suci belum tentu dapat terulang kembali sepanjang hayat. Maka selain ibadah Wajib ataupun Sunah, sebagaian jemaah haji Indonesia yang jumlahnya paling banyak dibanding dari negara–negara lain, memanfaatkan pula kesempatan tersebut untuk mengenal dan mensyukuri nikmat Allah, berupa kondisi lingkungan alam, flora, fauna dan budaya setempat.



Mengingat hampir semua jemaah haji Indonesia melaksanakan ibadah haji dengan sistem Tamattu yang dalam bahasa Indonesia artinya “bersenang senang”, maka dibanding dengan sistem haji Ifrad dan haji Qiron waktu untuk melaksanakan kegiatan lain disamping ibadah wajib dan Sunah cukup banyak. Obyek obyek di luar kota Mekkah dan Madinah yang sangat layak untuk dikunjungi untuk memperluas wawasan dan menambah pengalaman, dapat dibagi dalam 3 kategori. Kategori pertama adalah bangunan ibadah, antara lain: masjid, Tan’im, Ji’ronah, Hudaibiyah, Qiblatain, Quba dsb. Kategori ketiga adalah kawasan bersejarah, antara lain: Gua Hiro’, Jabal Rachma, Jabal Nur dsb. Kategori ketiga adalah kawasan/bangunan umum, antara lain: Peternakan Onta, Kebun Korma, Medan Magnet, Museum Al Qur’an, Tempat Pemotongan Hewan, Industri pengolahan korma dsb.


Dalam tulisan ini hanya akan diuraikan obyek kunjungan ke kawasan/ bangunan umum, karena bangunan ibadah dan tempat bersejarah sudah sering di informasikan. Mengingat lokasi obyek-obyek tersebut tidak jauh dari Mekah dan Madinah, agar tidak mengurangi intensitas dan kekhusukan aktivitas ibadah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, kunjungan biasanya dilakukan antara sholat Subuh dan sholat Dhuhur. Harus pula diperhatikan apabila kondisi kesehatan tidak memungkinkan sebaiknya tidak perlu mengikuti program-program ekstra di luar program ibadah haji yang resmi.

Karakteristik alam di sekitar Mekah dan Madinah didominasi oleh bukit batu dan padang pasir. Apabila kita perhatikan kondisi alam ini merupakan kekhasan alam yang sangat berbeda dengan alam Indonesia, hingga sangat layak untuk dinikmati. keaneka ragaman kondisi alam di bumi ini merupakan kebesaran Allah yang layak dinikmati dan disyukuri. Tidaklah lengkap mengunjungi padang pasir tanpa menyaksikan peternakan onta dan Medan magnit. Disamping onta, pohon korma merupakan vegetasi khas padang pasir sehingga sangat layak pula untuk dikunjungi.


MEDAN MAGNIT
Berkat kebesaran Allah maka saujana atau lansekap di dunia ini sangat beragam dan sangat layak untuk kita syukuri, antara lain panorama bukit batu dan padang pasir serta flora dan fauna khas Arab Saudi di area medan magnit dekat Madinah yang tentu saja tidak akan dijumpai di Indonesia.
Panorama di Kawasan medan magnit merupakan salah satu obyek alam yang sangat menarik. Langit nampak biru, indah dan jernih karena nyaris tidak ada awan. Warna biru langit terlihat harmonis dan serasi berpadu dengan warna coklat kemerah-merahan padang pasir dan bukit batu. Pada beberapa tempat terdapat tanaman khas padang pasir yang penuh dengan duri tajam. Keindahan alam khas saudi Arabia ini dilengkapi dengan adanya medan magnet yang sangat mengundang keingintahuan banyak pengunjung. Hingga tak heran banyak jemaah haji dari berbagai negara datang dengan bis besar. Di tempat tertentu di sekitar pusat magnet. Sopir akan memperagakan efek medan magnit tersebut. Mesin bis dimatikan namun apa yang terjadi, bis tetap berjalan karena pengaruh tarikan medan magnit, walau jalan agak menanjak.
Setelah itu bis-bis diparkir di suatu tempat yang lapang, penumpang bis turun untuk menikmati keindahan panorama alam sekitar dengan leluasa. Banyaknya pengunjung di tempat ini rupanya merupakan peluang bisnis bagi pengusaha setempat. Mereka menyewakan ”Buggy” mobil kecil yang dapat dikendarai satu orang dewasa saja, dengan lincahnya mobil kecil tersebut dapat menjelajahi padang pasir disekitar tempat pemberhentian bis. Bagi pengunjung yang ingin berkemah sambil menikmati bekal disediakan tenda di padang pasir dengan kapasitas untuk sekitar lima orang. Bagaimana tentang kebersihan, mengingat banyaknya jemaah haji yang mengunjungi tempat ini tentu akan banyak kotak minuman kemasan plastik, bungkus makanan yang dibuang di sembarang tempat. Untuk mengantisipasi hal tersebut sudah ada petugas kebersihan yang membawa kantong plastik dan alat penjepit keliling kawasan ini untuk memunguti sampah-sampah yang ditinggalkan oleh pengunjung, mirip aktivitas pemulung di Indonesia. Namun mereka nampak sigap dan gagah dengan mengenakan seragam serba hijau, pada umumnya pekerja tersebut berasal dari Pakistan dan Bangladesh. Sehingga kawasan ini selalu nampak bersih.


PETERNAKAN ONTA

Di tengah suasana yang kering dan panas, kebesaran Allah antara lain nampak dengan adanya onta, hewan yang bisa beradaptasi dengan sempurna terhadap kondisi alam tersebut. Daya tahan onta terhadap iklim yang ekstrim di padang pasir, sangat berguna untuk sarana transportasi manusia pada zaman dahulu, namun saat ini lebih cenderung untuk keperluan konsumsi baik susu maupun dagingnya. Kunjungan ke peternakan onta merupakan sensasi tersendiri dalam rangka mengenal karakter lingkungan disekitar Mekah. Peternakan onta terletak di tempat terbuka nyaris tidak ada bangunan beratap pada lingkungan tersebut, sejauh mata memandang hanya nampak hamparan padang pasir dengan latar belakang gunung batu. Karena onta sangat tahan terhadap panas terik matahari. Pekerja peternakanpun ternyata sudah menyesuaikan dengan kondisi alam padang pasir, mereka bekerja langsung dibawah terik matahari. Pekerja di peternakan ini hampir semuanya berkulit hitam, mungkin karena sepanjang hari terkena radiasi matahari dengan intensitas yang cukup tinggi.
Mengingat hampir tidak terlihat adanya tanaman di padang pasir yang dapat dikonsumsi oleh onta. Maka makanan onta berupa rumput kering, di import dari negara tetangga, minuman untuk onta didatangkan dengan menggunakan mobil tangki dari hasil penyulingan air laut.

Onta dipelihara secara kelompok, terdiri dari onta dewasa dan anak-anaknya. Hampir semua pengunjung memanfaatkan kelompok onta sebagai latar belakang saat berpose di depan kamera. Peternak menawarkan susu onta yang langsung diperah di peternakan tersebut, kepada pengunjung. Setiap ada bis yang datang mereka langsung menghampiri dan menawarkan dalam bahasa Indonesia: ”dua, lima real”, yang dimaksud adalah paket yang terdiri 2 botol kecil susu dijual dengan harga 5 real. Cara menawarkan dagangan tersebut mengingatkan saya pada pedagang asongan di Indonesia. Susu onta tersebut dapat langsung diminum rasanya segar dan bergizi, sangat menggoda selera, karena di bawah panas terik matahari tenggorokan terasa kering sehingga kita merasa haus. Hanya saja bagi mereka yang sistem pencernaannya agak bermasalah perlu hati hati dalam mengkonsumsi susu onta segar, karena ada teman yang mengalami gangguan pencernaan setelah menikmati susu onta segar tersebut.





TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN



Setelah mengunjungi peternakan onta, mungkin muncul pertanyaan, apakah selain diambil susunya daging onta tersebut juga layak dikonsumsi sebagai bahan makanan. Benar, daging onta merupakan menu masyarakat Arab disamping daging kambing, ayam dsb. Sehingga banyak jemaah haji yang memprogramkan kunjungan ke tempat pemotongan hewan di dekat kota Mekah.

Sesuai ketentuan, bagi calon haji yang melaksanakan ibadah dengan sistem tamattu diharuskan membayar dam atau denda berupa hewan korban. Dengan demikian sepanjang musim haji frekuensi aktifitas pemotongan hewan sangat meningkat, karena sebagaian besar jemaah melaksanakan haji tamattu. Di sekitar tempat pemotongan tersebut terdapat semacam pasar tempat penjualan berbagai jenis hewan korban yakni kambing dan onta.

Perjalanan menuju lokasi pemotongan hewan melalui jalan yang lebar dan halus diantara bukit-bukit batu penuh pesona dan menawan hati. Udara selama perjalanan terasa sejuk dan segar karena bis yang digunakan full AC, saya bayangkan apabila menggunakan kendaraan non AC pasti akan terasa panas. Sesampai di tepat pemotongan hewan nampak banyak petugas berseragam warna merah, dari pakaian, sabuk sampai sorban semuanya serba merah menyala, diperlengkapi dengan golok. Hampir semuanya berkulit hitam, tampilan mereka nampak seram atau ”Sangar”, sangat sesuai dengan pekerjaannya sebagai ”jagal” binatang. Namun wajah-wajah yang sangar atau seram ini rupanya hanya tampak dari luarnya saja. Mereka merupakan penganut islam yang baik, buktinya begitu dikumandangkan azan sholat, mereka langsung membentuk kelompok dan segera melaksanakan sholat berjamaah di sembarang tempat. Jalur jalan pun digunakan untuk tempat sholat berjamaah, dengan tetap memakai seragam kerja yang serba merah tersebut, pisau dan golok diletakkan disampingnya.
Sesuai dengan hukum Islam maka penyembelihan hewan dilakukan secara manual. Seragam petugas pemotongan hewan yang serba merah tersebut dimaksudkan agar pakaian atau sorban yang terkena percikan darah tidak terlihat kotor. Apabila tiba waktu makan siang, ibarat pepatah melayu ”lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”, di tempat pemotongan hewan ini kita bisa menyaksikan bagaimana cara mereka makan siang bersama yang sangat berbeda dengan cara makan masyarakat Melayu. Nasi dicampur dengan daging yang mirip dengan gulai atau rendang, diletakkan di nampan besar di atas tanah, dikelilingi beberapa orang. Dengan jari-jari tangan mereka beramai ramai makan dari satu nampan secara lesehan, gelas untuk minumpun hanya satu digunakan bersama-sama. Sungguh suatu kebersamaan yang sangat akrab. Salah satu rekan jemaah haji kami juga ada yang ingin merasakan suasana tersebut, dengan ramah mereka mempersilahkan untuk bergabung menikmati nasi daging. Dinilai dari lahapnya mereka menghabiskan makanan, dapat disimpulkan menu tersebut tentu sangat lezat dan nikmat sekali.




KEBUN KORMA

Masyarakat Indonesia sudah sangat familier dengan buah korma. Seperti yang telah kita ketahui meskipun pohon korma dapat tumbuh di Indonesia tetapi tidak dapat berbuah, kalaupun berbuah, kecil kecil dan hanya sedikit. Karena tanaman tersebut hanya cocok dengan kondisi alam tropis kering, dengan tanah berpasir serta memerlukan proses fotosintesa yang maksimal agar dapat menghasilkan buah yang lebat. Negara penghasil korma antara lain, beberapa negara di Timur Tengah dan daerah padang pasir di Amerika. Selagi berada di Arab Saudi, sangatlah tepat apabila kita menyempatkan diri untuk menengok perkebunan korma. Di dekat Madinah, jemaah haji Indonesia bisa mengunjungi perkebunan korma, suasananya hampir mirip perkebunan kelapa sawit di Sumatera. Meskipun korma adalah tanaman padang pasir namun tidak dapat hidup subur di sembarang tempat, perkebunan korma biasanya terdapat di dekat sumber air ”Oase”, atau di perkebunan dengan pengairan buatan, dengan menggunakan jaringan instalasi pipa air untuk mengairi pohon korma secara periodik.

Korma pada umumnya setelah dipetik diproses dahulu dengan berbagai cara sebelum dikonsumsi. Namun ada pula yang menjual korma segar yang belum diolah, biasanya saat menjual diberi es agar tidak cepat rusak. Rasanya sungguh manis, segar dan alami ada yang kulitnya berwarna kuning, merah atau coklat tergantung jenis kormanya. Sayang korma segar tidak dapat dibawa ke Indonesia sebagai buah tangan karena tidak tahan lama. Buah korma muda yang masih kecil-kecil berwarna hijau banyak ditawarkan pada jemaah haji, konon untuk penyubur kandungan bagi pasangan yang belum dikaruniai keturunan. Banyak jemaah haji Indonesia membeli korma hijau yang masih melekat ditangkainya tersebut, untuk oleh-oleh bagi kerabat atau kenalan yang mungkin memerlukannya sebagai penyubur.



INDUSTRI PENGOLAHAN KORMA

Setelah mengunjungi kebun korma biasanya jemaah haji Indonesia mendapat kesempatan untuk mengunjungi pusat pengolahan makanan dengan bahan baku korma. Tidak semua jemaah haji bersedia mengikuti kunjungan ke obyek-obyek yang bukan merupakan tempat Ibadah. Namun banyak pula yang memanfaatkan tawaran tersebut, untuk memperluas wawasan dan menambah pengetahuan, dengan catatan sepanjang tidak mengganggu jadwal ibadah wajib dan Sunah
Dengan adanya perkembangan teknologi pengolahan pangan, sistem pengolahan kormapun mengalami perkembangan. Korma selain dikeringkan, juga diolah dengan campuran coklat, madu, almond, kenari dan sebagainya, sehingga dihasilkan komposisi dan cita rasa yang bervariasi, dengan kemasan warna warni yang sangat memikat. Kunjungan ke pusat industri korma tentu merupakan kesempatan baik guna membeli oleh-oleh untuk kerabat dan teman di tanah air. Bagi yang tidak berminat membeli dapat sekedar mencicipi beberapa butir, karena sesuai kebiasan di Arab saudi, pengunjung bebas mencicipi korma dan hasil olahannya. Sehingga kalau kita berkeliling dari satu meja ke meja lainnya, mencicipi sampai 20 macam produk korma, tentu sudah merasa kenyang tanpa mengeluarkan satu keping real pun. Kebebasan untuk mencicipi secara gratis berlaku pula di toko-toko atau di supermarket swalayan modern Bin Dawood yang terletak persis di samping masjidil Haram Mekah dan masjid Nabawi Madinah hanya terpisahkan oleh plaza tempat perluasan sholat. Korma yang paling diminati jemaah haji Indonesia adalah korma Ajwa atau korma Nabi, karena merupakan korma kesukaan Nabi Mochamad hingga diyakini mengandung berbagai khasiat, harganyapun lebih mahal dari jenis-jenis lain.

Apabila saat di Mekah dan Madinah belum sempat membeli korma, jamaah haji masih dapat memborong berbagai jenis korma di Balad pusat perbelanjaan terkenal di kota Jedah yang merupakan tempat terakhir bagi jemaah haji Indonesia untuk menghabiskan sisa uang Realnya, sebelum naik pesawat pulang ke kampung halaman masing-masing di Indonesia.


B. ARTIKEL PENDAMPING.

MUSEUM ARSITEKTUR DUA MASJID SUCI DAN PERCETAKAN AL QURAN

Waktu tinggal di Arab saudi selama 40 hari untuk haji reguler, terutama harus dimanfaatkan untuk ibadah haji resmi semaksimal mungkin mulai dari umroh wajib, umroh sunah, wukuf di padang arofah, mabit di Musdalifah, lempar Jumroh di Mina, tawaf ifadah dan Sa’i serta towaf wadha di Mekah. Disamping itu di masjid Nabawi Madinah melaksanakan ibadah sholat sunnah Arbain dan sholat di Raudoh. Namun bagi yang berminat untuk menambah pengetahuan mengenai budaya disekitar kota Mekah dan Madinah waktu 40 hari tersebut masih cukup untuk mengikuti program program yang sudah tercakup dalam paket ongkos naik haji yang dikoordinasikan oleh Penyelenggara haji resmi dari Pemerintah Indonesia serta tawaran program khusus berdasarkan inisiatif kelompok masing masing.
Maka selama 40 hari di Mekah madinah dan Jedah selain menunaikan ibadah wajib dan sunah juga dapat mengunjungi berbagai obyek penting yang berkaitan dengan agama Islam, Antara lain Tempat percetakan Al Quran dan Museum. Saat kita tinggal di maktab atau pondokan di Mekkah dapat mengunjungi Museum dua masjid Suci, sesuai yang tertera di dinding bangunan yang megah dengan arsitektur khas timur tengah: “Museum of the two holly Mosques Architectures”. Lingkungan di sekitar museum adalah padang pasir bukit batu sebagaimana umumnya saujana atau landsekap di Arab Saudi, namun halaman di sekitar museum ini sangat hijau disamping pohon korma terdapat pula tanaman dari daerah tropis lembab. Antara lain pohon kamboja, bunga merak, bunga tapak doro dan sebagainya.
Di dalam museum terdapat foto-foto perkembangan masjidil Haram maupun masjid Nabawi secara lengkap dari masa ke masa melalui foto-foto raksaksa dan maket atau miniatur masjid. Disamping itu dipamerkan benda benda yang pernah digunakan sebagai perlengkapan kedua masjid suci tersebut yang sudah tidak terpakai karena sudah diganti dengan yang baru. Misal bingkai Hajar Aswad, kunci Ka’bah, pintu kabah, kain penutup Ka’bah, mimbar tempat khotbah, penutup makom Ibrahim, perlengkapan sumur Zam Zam dan sebagainya. Agar benar benar dapat mengamati dan mempelajari dengan seksama materi pameran tentu saja diperlukan waktu paling tidak seharian penuh. Namun sayang waktu kunjungan terasa sangat singkat. Manfaat dari kunjungan ke musem dua masjid suci ini tentu sangat positif untuk jemaah haji, karena akan dapat lebih memahami sejarah dan informasi penting yang berhubungan dengan kedua masjid suci yang menjadi obyek kunjungan utama dalam beribadah haji.


Dari “Basecamp” atau Maktab di Madinah kita bisa mengunjungi tempat percetakan dan penjualan Al Qur’an. Pada tempat ini kita dapat menyaksikan bagaimana proses pencetakaan Al Qur’an dalam berbagai ukuran, dilengkapi terjemahan hampir dalam semua bahasa resmi negara-negara di seluruh Dunia, antara lain bahasa Rusia, Cina, Korea, Jepang, Spanyol tentu saja juga dalam bahasa Indonesia dan sebagainya. Taman di halaman percetakaan Al Qur’an sunggah menakjubkan, mengingatkan kita pada taman-taman di kawasan wisata Nusa Dua Bali, indah dan menarik. Seakan kita tidak sadar kalau sedang berada di tengah padang pasir dan bukit batu.
Tentu saja di lokasi percetakan Al Qur’an, terdapat pula tempat penjualan. Pengunjung dapat memilih Al Qur’an dalam berbagai ukuran dan terjemahan dalam berbagai bahasa. Karena pada saat musim haji banyak pengunjung yang datang, sedangkan waktu kunjungan sangat terbatas. Sehingga meskipun seseorang memiliki uang Real berlimpah, tidak selalu dijamin mendapat kesempatan untuk membeli. Karena ruang penjualan dipenuhi pengunjung dari berbagai negara, cara membelinya pun tidak dengan sistem antrean yang rapi dan teratur, tetapi sistem “siapa cepat dan kuat dia dapat”. Apabila enggan berebut atau berdesak desakkan untuk membeli Al’Quran dengan harga relatif murah di tempat percetakan ini. Jemaah Haji bisa membeli di berbagai toko atau bahkan kadang-kadang di kaki lima baik di Mekah, Madinah maupun di Jedah dengan harga yang bervariasi tergantung kepandaian menawar. Namun tidak perlu khawatir, karena setiap jemaah haji akan mendapat secara gratis atau cuma-cuma, satu Al Quran lengkap dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia, dengan kualitas cetakan dan penjilidan yang sangat prima, atau bisa dikatakan edisi Lux di Bandara internasional King Abdul Aziz Jedah saat kepulangan ke tanah air.

selanjutnya......

Sabtu, 11 Oktober 2008

PADANG "Takana Jo Kampuang"


MENITI JEMBATAN SITI NURBAYA DAN MENYUSURI KOTA PADANG

("edited version" telah dimuat di harian umum Suara Merdeka edisi Minggu tgl 12 Oktober 2008 hal 31).
Oleh:Gagoek Hardiman
Apabila mendengar sebutan “kota Padang” yang terletak di daerah Minangkabau maka akan terbayang di benak kita tentang masakan Padang, atap khas melengkung dengan ujung runcing seperti tanduk kerbau yang disebut gonjong-gonjong, legenda Malin Kundang, Siti Nurbaya dan khususnya bagi generasi tua akan teringat pada lagu Teluk Bayur yang dibawakan oleh Erni Johan pada tahun 60an dsb.






Bayangan tersebut sangat sesuai dengan kenyataannya. Karena kekhasan daerah tersebut dapat dengan mudah kita jumpai di kota Padang.
Lokasi geografis kota Padang sangat menarik karena merupakan daerah subur yang diapit oleh Selat Metawai dan pegunungan Seribu. Sehingga kita dapat menikmati keharmonisan perpaduan antara kekayaan budaya dan pesona alam yang indah sekali atau dalam bahasa daerah setempat disebut “rancak bana”, membuat kita selalu “takana jo koto Padang” atau terkenang pada kota Padang.

Sungai Batang Arau dan Jembatan Siti Nurbaya.
Berdasarkan sejarah, kota Padang awalnya adalah permukiman nelayan di beberapa muara Sungai antara lain Batang Arau, Batang Kuranji, batang Muaro Panjalin dan Batang Anai. Sejak penguasa kerajaan Pagaruyuang dalam perjanjian Painan tahun 1667 mengijinkan VOC memonopoli perdagangan dan mendirikan Benteng di tepii sungai Batang Arau, maka mulailah sejarah perkembangan kota Padang. Pada awalnya tumbuh pusat aktivitas di sekitar benteng VOC dan pasar pribumi (Pasar Gadang) sebagai embrio kota Padang, pada tahun 1781 benteng VOC dibongkar oleh Inggris.
Saat ini di sekitar bekas benteng VOC di tepi sungai Batang Arau merupakan pusat kota lama dalam bahasa setempat disebut “koto tuo” dengan bangunan bangunan berarsitektur kolonial. Pada kota lama terdapat pula daerah Pecinan yang disebut Kampung Cina dengan arsitektur bangunan khas Cina berupa deretan rumah toko tradisional serta tempat pemujaan agama, antara lain klenteng Sin Hin Kiong.
Perpaduan antara sungai Batang Arau dan Bangunan kuno sebagai artefak budaya, dapat kita nikmati dari atas jembatan Siti Nurbaya yang melayang melintasi sungai Batang Arau. Jembatan Siti Nurbaya merupakan landmark atau tetengar kota Padang. Pada zaman dahulu sepanjang sisi utara sungai Batang Arau terdapat jalan kereta api namun setelah revitalisasi sungai Batang Arau maka lahan bekas rel kereta api telah berubah menjadi taman dan lahan terbuka di tepi sungai.
Di sungai Batang Arau terdapat dermaga wisata bahari, dari dermaga ini banyak turis mancanegara menggunakan perahu boat dengan jarak tempuh sekitar 25 s/d 40 menit menuju Obyek wisata “Sekuai Island Resort” berupa pulau seluas 40 Ha, yang dikelilingi pasir putih. Keindahan obyek wisata bertaraf internasional tersebut dapat kita bayangkan dari slogannya: “the dream became reality”.
Atap gonjong-gonjong
Apabila di pulau Jawa kita hanya menjumpai atap melengkung dengan ujung runcing yang disebut Gonjong Gonjong, hanya pada sebagaian atap teras rumah makan Padang. Maka di kota Padang akan banyak dijumpai bangunan perkantoran dengan atap khas tersebut. Apabila menyaksikan berbagai bangunan beratap gonjong-gonjong atau bangunan bagonjong kita benar benar merasa berada di daerah Minangkabau. Penerapan atap yang merupakan ciri khas arsitektur tradisional Minangkabau merupakan kebijakan yang tepat untuk melestarikan nilai budaya lokal hingga karakter daerah sebagai salah satu unsur yang membentuk keragaman budaya arsitektur Nusantara dapat terwujud. Bangunan perkantoran yang menggunakan atap gonjong gonjong pertama kali di kota Padang adalah kantor Gubernur Sumbar, pada awalnya dibangun pada zaman belanda tanpa atap gonjong gonjong namun pada tahun 1959 Gubernur Sumbar saat itu Kaharroedin Dt Rangkayo Basa memerintahkan perubahan atap kantor gubernur menjadi atap khas Minangkabau. Selanjutnya pada th 1970an gubernur Azwar Anas menghimbau agar bangunan perkantoran di kota Padang dibangun dengan atap Gonjong gonjong. Hingga apabila kita berjalan jalan di kota Padang terutama sepanjang jalan Sudirman dan Jalan Bagindo Azis Chan akan banyak menjumpai bangunan dengan atap khas Minangkabau. Bangunan ”bagonjong” yang dapat dikategorikan dalan arsitektur Neo Vernakular, antara lain: Kantor DPRD Tk I Sumbar, Kantor Gubernur Sumbar, Kantor Telkom Padang, Bank Mandiri, Bank Indonesia, Bank BII, Bangunan tribun di ruang terbuka hijau Imam Bonjol (pada zaman belanda disebut Plan van Rome), Museum Adityawarman, pemberian nama museum tersebut dimaksudkan untuk mengenang Raja Adityawarman pendiri kerajaan Pagaruyuang pada abad ke 14. Bangunan bagonjong terbaru di Padang adalah BIM (Bandara Internasional Minangkabau) sebagai pintu gerbang bagi wisatawan yang berkunjung ke Minangkabau.
Untuk melihat bangunan tradisional dengan atap Gonjong gonjong atau rumah Gadang yang banyak menarik minat wisatawan nusantara dan mancanegara, kita harus mengunjungi daerah di luar kota Padang, antara lain; Perkampungan Minangkabau di Padang Panjang terletak 70 KM dari kota Padang, rumah adat Baanjuang di Bukit Tinggi terletak 92 KM dari kota Padang, serta replika bangunan Istana di Nagari Pagaruyuang, bangunan asli Istana tersebut pertamakali terbakar pada tahun 1804 dan dibangun kembali untuk melestarikan adat istiadat asli Minangkabau.

Gunung Padang tempat makam Siti Nurbaya.
Usaha masyarakat di kota Padang untuk tetap memelihara legenda Nampak cukup serius. Adanya makam Siti Nurbaya di atas gunung Padang dan patung Malin Kundang di tepi pantai Air manis sebelah selatan gunung Padang mengingatkan kita pada legenda daerah Minangkabau yang dikenal secara luas. Seperti kita ketahui Siti Nurbaya sebenarnya merupakan tokoh fiktif dalam ceritera Novel, namun tetap saja dibangun makamnya hingga seolah olah Siti Nurbaya pernah hidup di dunia. Gunung Padang sebenarnya hanya berupa ”bukit”, masyarakat Padang memang biasa menyebut bukit dengan istilah gunung. Gunung Padang menjorok kelaut sehingga menambah indahnya panorama kota Padang disebelah utara gunung Padang terdapat pantai di tepi jalan Samudra, pada pagi hari banyak warga yang melaksanakan olahraga jalan jalan sehat di tepii pantai tersebut. Sebagaian melakukan transaksi pembelian ikan segar langsung dari nelayan yang menyandarkan perahu kecil untuk menjajakan tangkapannya. Dipantai ini banyak kita jumpai anak anak kecil yang berenang di laut. Mereka nampak gembira sama sekali tidak takut dengan kemungkinan datangnya ombak besar.

Teluk Bayur
Apabila kita bandingkan dengan berbagai pelabuhan di Indonesia mulai dari Pelabuhan Malahayati Aceh sampai pelabuhan di Jayapura. Teluk Bayur merupakan salah satu teluk yang terindah di Nusantara. dibagian selatan teluk bayur banyak dijumpai warga yang memancing ikan, menikmati tenggelamnya matahari meskipun masih termasuk kota Padang suasana terasa sangat alami karena jalan raya di tepii garis pantai dibatasi laut dan hutan alam dengan berbagai satwa antara lain monyet yang nampak sangat akrab dengan manusia. Apabila kita menikmati jagung atau pisang bakar yang banyak dijual di tepi Teluk, harus waspada karena banyak monyet yang mendekat, secara naluriah monyet tersebut mengharap kedermawaan kita untuk memberikan sebagaian dari jagung bakar atau pisang bakar yang kita nikmati. Monyet monyet tersebut juga menawarkan atraksi bak pemain akrobat karena mereka bisa merangkak dengan santai melalui kabel telepon yang membentang di antara jajaran tiang di tepi jalan. Air di tepi teluk yang bertebing nampak biru jernih, dasar laut terlihat jelas dengan ikan ikan yang berenang kian kemari di antara tanaman laut dan karang, di kejauahan nampak kapal kapal niaga yang sedang berlabuh. Tak heran apabila keindahan teluk ini mengilhami Teti Kadi untuk melantunkan lagu berjudul “Teluk bayur” yang sangat terkenal di era 60an


Bangunan di tepi laut.
Sesuai letak geografis kota Padang yang memanjang di tepi laut, banyak bangunan berlokasi di pinggir pantai, antara lain salah satu hotel terkemuka di Padang. Lahan bangunan tersebut meliputi sebagaian area pantai. Pada kunjungan yang terakhir kali di Kota Padang, penulis memilih bermalam di salah satu hotel dengan pandangan langsung kelaut, seolah olah memiliki pantai secara khusus. Untuk menyalurkan keinginan tamu yang ingin berenang di laut tetapi takut dengan kemungkinan datangnya ombak besar, di antara bangunan hotel dan pasir pantai dibangun kolam renang air tawar. Sehingga sambil berenang di kolam renang air tawar, tamu hotel masih tetap dapat melihat sunset di laut.
Salah satu kampus yang dibangun langsung di tepi laut di Indonesia adalah kampus Universitas Bung Hatta Padang bagaian belakang kampus berbatasan langsung dengan pantai yang indah. Sehingga para mahasiswanya seharusnya tidak pernah stress, karena setiap saat dapat menikmati keindahan laut di belakang kampus. Jika berminat Mahasiswa bahkan dapat langsung bersantai di pasir dan berenang di laut apabila merasa jenuh dengan kegiatan ilmiah di kampus. Masyarakat Padang tidak perlu takut dengan kemungkinan bahaya Tsunami karena sudah direncanakan program “ Tsunami early warning system”, selain itu kota Padang terlindungi oleh kepulauan Metawai dari terpaan langsung ombak Samudra Hindia.
Angkutan Kota yang Unik
Siapapun yang sudah mengunjungi kota Padang dan ibu kota propinsi di kota lain Indonesia, pasti sepakat kalau penulis menyebutkan angkutan kota di kota Padang merupakan angkutan kota paling atraktif di Indonesia. Hampir semua Bis Kota dilengkapi asesoris yang aduhai ditambah lukisan warna warni iseluruh bodi mobil. Hingga mirip dengan kendaraan angkutan di dalam taman hiburan ”Disney land”. Sedang untuk minibus rata rata seluruh bodinya dipenuhi tulisan warna warni dan dilengkapi asesoris bak mobil balap. Bagaian dalamnyapun sangat menakjubkan. Penataan sound system dan interiornya bagaikan mobil mewah. tentu saja dengan dentuman music tersebut menyebabkan kita tak mungkin tertidur selama perjalanan keliling kota Padang.
ARTIKEL PENUNJANG.
Panorama indah antara kota Padang dan Padang pariaman.
Kota Padang sangat erat kaitannya dengan Padang Pariaman yang merupakan tetangga langsung kota Padang. Pada hari minggu banyak masyarakat dari kota Padang yang datang berlibur ke Pantai Cermin di Padang Pariaman dengan menggunakan Kereta api atau kendaraan pribadi. Yang sangat menarik dari pantai cermin adalah acara keagamaan dengan mengarak ”TABUIK” pada bulan tertentu, sebenarnya prosesi ini merupakan upacara khas masyarakat islam ”Syiah”, namun saat ini sudah bersifat umum sehingga sudah merupakan tradisi budaya di pantai Cermin. Pada hari libur dimanfaatkan sebagai ajang berkenalan dan bercengkrama bagi kaum remaja.
Di daerah Ulaan - Padang Pariaman, 60 Km dari kota Padang, terdapat makam Sultan Syeh Burhanudin. Gerbang dan Makam Syeh Burhanudin merupakan atap bergonjong. Pada tahun 1070 H beliau adalah orang pertama yang menyebarkan agama Islam di Minangkabau, setelah menuntut ilmu agama Islam selama 30 tahun di Aceh. Peran beliau dalam penyebaran agama Islam mirip dengan Wali Songo di pulau Jawa. Pada bulan Sapar ribuan umat Islam ”Sunni” dari segala penjuru Sumatera Barat datang berziarah, memadati kawasan makam ini.
Di kawasan ini kita dapat menikmati aneka masakan ikan laut, udang goreng. Pada umumnya pengunjung membeli untuk oleh oleh khas Ulaan, cara menggorengnyapun unik misal ikan pipih yang panjangnya sekitar 50 cm, lebar 3 cm dibentuk seperti spiral melingkar ditusuk dengan bambu diberi tepung kemudian digoreng. Menggoreng ”rempeyek” juga unik adonan tepung di tuangkan ke lempengan aluminium diameter 10 cm kemudian di beri udang atau ikan kecil, digoreng bersama cetakannya, setelah matang diangkat dari tempat penggorengan, rempeyek dipisahkan dari alas aluminium yang berfungsi sbg cetakan sehingga dihasilkan rempeyek yang tipis dan berbentuk bulat sempurna, rasanya gurih dan renyah.

Keindahan alam sepanjang perjalanan antara kota Padang dan Padang Pariaman sangat menawan. Panorama alam tersebut dapat kita nikmati secara lebih seksama apabila kita istirahat makan di salah satu kedai yang terletak di tepi jalan di kawasa Sicincin desa Kiambang. Sambil menikmat kelezatan “sate “ khas setempat yang kita kenal di Jawa dengan sebutan ”sate Padang”, atau sayur daun paku2an (pakis) dengan kuah santan dihidangkan bersama ketupat dan es kelapa muda, sambil sekaligus mengagumi keindahan panorama alam dengan latar belakang bukit barisan. Bentangan sawah nan subur sesuai dengan predikat daerah Minangkabau sebagai salah satu lumbung padi Nusantara di Zamrud katulistiwa (foto ). Tempat makan khas ikan air tawar seperti ikan Mujahir, Nila, Gurame dll juga dapat kita jumpai di antara kota Padang dan Padang Pariaman, ikan i segar langsung diambil dari kolam yang memang dibangun di halaman kedai.
Bagi para pecinta alam, muara sungai yang kita jumpai di sebelah utara kota Padang kearah Padang pariaman. Merupakan atraksi perpaduan yang indah antara muara sungai, delta sungai yang ditumbuhi tanaman kelapa dan bersandarnya kapal nelayan tradisional . kapal kapal tersebut tidak hanya memperhatikan segi fungsi dan kekuatan saja tetapi juga sangat memperhatikan estetika atau keindahan sehingga sangat sesuai untuk obyek fotografi.


Gagoek Hardiman.












selanjutnya......

Sabtu, 23 Agustus 2008

BAU BAU pulau BUTON SULAWESI TENGGARA


MENYEBERANG LAUT DARI KENDARI KE BAU BAU MENIKMATI SENSASI ALAM DAN BUDAYA
("edited version" telah dimuat di harian umum Suara Merdeka edisi Minggu tgl 24 Agustus 2008 hal 31).
Oleh:Gagoek Hardiman

Kota Kendari sebagai ibu kota propinsi Sulawesi Tenggara telah berkemas diri dalam menyongsong pembangunan agar dapat sejajar dengan ibu kota propinsi lain di Indonesia.

Usaha tersebut telah nampak dengan dibangunnya Bandar Udara Wolter Monginsidi Kendari. Untuk mempercantik kota telah dibangun pula ”Menara Persatuan” yang sangat anggun berdiri tegak di tengah kota, berfungsi sebagai landmark atau tetenger kota Kendari.

Mengunjungi Propinsi Sulawesi Tenggara belumlah lengkap kalau tidak menyeberang laut menggunakan kapal jet untuk menengok kota pelabuhan Bau Bau di ujung selatan pulau Buton, mengunjungi kerajaan Buton dalam benteng yang menurut MURI (museum rekor Indonesia) merupakan benteng terluas di dunia.
Dari lokasi kerajaan dan Benteng di atas bukit, nampak panorama kota dan pelabuhan seta panorama hutan suaka marga satwa dan cagar alam Lambu Sango sebagai paru-paru dunia yang indah, alami dan menawan hati.

Kendari Ibu Kota Sulawesi Tenggara.
Apabila mengunjungi kota Kendari melalui perjalanan udara kedatangan kita akan disambut oleh bandar udara bercorak arsitektur modern yang dibangun pada tahun 2005. Bandara tersebut diresmikan pada bulan Juli 2006 oleh wapres Yusuf Kalla. Jarak dari bandara ke pusat kota Kendari adalah 60 km melalui jalan yang relatif lebar dan baik, namun kiri kanan jalan sebagaian besar masih berupa lahan kosong.
Konsep pembangunan kota Kendari dititik beratkan pada pembangunan prasarana jalan sebagai jaringan transportasi yang diharapkan akan memacu pertumbuhan kota secara merata. Demikian pula bangunan kantor Gubernur Sulawesi Tenggara di jl. Martandu yang sangat megah, juga terletak relatif jauh dari pusat kota, lahan di kiri dan kanan jalan sebagaian besar masih kosong.
Kota Kendari memang sedang dalam proses mempersiapkan pembangunan di segala bidang, tentu saja untuk membangun diperlukan dana antara lain dari pajak, hal itu tercermin dari kalimat dalam dialek Tolaki yang terpampang di berbagai penjuru kota: ”Lamo ikolupei wadai o’simo” yang artinya; Bayarlah pajak tepat pada waktunya. Dengan demikian diharapkan kedepan kota Kendari akan terus membangun dan menjadi semakin cantik dan indah.

Kendari Beach.
Sesuai dengan awal perkembangan kota Kendari yang tumbuh di seputar teluk Kendari maka sampai saat ini aktifitas disekitar teluk yang oleh masyarakat setempat disebut ”Kendari beach” terlihat sangat dinamis, istilah dalam bahasa inggris ”beach” sengaja dipilih dan dipopulerkan oleh masyarakat setempat, mungkin kalau di sebut ”pantai” terdengar kurang ”keren”. ”Kendari beach” merupakan tempat berkumpul dan tempat favorit untuk nongkrong, kencan bagi kaum remaja, serta bersantai bagi keluarga dengan mengajak anak, berolah raga joging di pagi hari, atau menikmati suasana sun set di sore hari, sambil mencicipi buah durian, rambutan atau buah lain yang dijual sepanjang tepi pantai. Pada malam haripun ada beberapa kafe yang buka sampai menjelang pagi hari di seputar Kendari beach.

Menara Persatuan
Dalam rangka Persiapan penyelenggaraan MTQ Nasional ke 21 pada tahun 2006, di tengah kota Kendari dibangun ”Menara Persatuan” yang sangat megah setara dengan ”Menara Keanggunan” di Propinsi Gorontalo. Apabila menara di Gorontalo bentuknya mirip menara Eifel di Paris maka ”Menara Persatuan” di Kendari menurut ketua program study Arsitektur FT Haluoleo Ir. Kurniati MT; mirip menara di kota Shanghai China. Nama menara ”Persatuan” sangat sesuai dengan masyarakat kota Kendari yang multi etnis karena ada beberapa etnis yang hidup rukun berdampingan antara lain: etnis Tolaki, etnis Muna, etnis Buton dsb, masing masing memiliki bahasa daerah yang berlainan.
Bangunan tempat penyelenggaraan MTQ yang terletak dalam satu kawaan dengan menara persatuan juga sangat menarik dan saat ini merupakan bangunan publik yang paling atraktif di kota Kendari secara periodik kawasan ini digunakan untuk pelaksanaan pementasan kesenian, pameran, bazar, upacara dsb.

Kampus Universitas Haluoleo
Kampus baru universitas negeri Haluoleo yang disebut bumi tridarma Anduonohu dibangun pada kawasan yang sangat luas dengan gedung-gedung yang terbilang megah. Gedung Rektorat merupakan bangunan termegah di kampus universitas Haluoleo tersebut, tepat didepan gedung rektorat terdapat plaza atau ruang terbuka. Tugu yang menjulang tinggi dibangun di tengah plaza tersebut, pada bagian puncak Tugu terdapat lambang universitas Haluoleo. Sebagaian kampus semisal kampus Fakultas Teknik masih dalam taraf penyelesaian saat ini FT UNHALU masih beraktivitas di kampus lama di Kemaraya . Kampus bumi tridarma Anduonohu yang terletak di dalam kota Kendari ini nampak tenang indah dan asri dengan konsep kampus hijau karena antar bangunan dipenuhi dengan berbagai pohon terutama pohon jati putih (Gmelina arborea), sangat sesuai untuk aktifitas perkuliahan. Konsep kampus ini sangat tepat mengingat masih banyaknya lahan kosong di kota Kendari. Hanya saja interaksi atau hubungan civitas akademika antar fakultas terkendala olah jarak antar fakultas yang relatif jauh. Sehingga perlu adanya upaya khusus untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Perjalanan laut ke Bau Bau
Kalau kita pernah mendengar kalimat: ”Apabila seseorang pergi ke Perancis, belum sempurna kunjungannya kalau belum menikmati kota Paris”. Demikian pula kalau seseorang pergi ke Sulawesi Tenggara tanpa mengunjungi kota Bau Bau di kabupaten Buton maka kunjungannya belum dapat dikatakan lengkap.
Kota Bau Bau terletak di ujung selatan pulau Buton. Dari pelabuhan Kendari ke pelabuhan kota Bau Bau via pelabuhan di kota Raha pulau Muna. Hanya ada 2 route dalam 1 hari, pagi dan sore. Kapal yang tersedia adalah kapal MV Sagori expres dan MV. Super jet 15.
Mengingat jalur perjalanan tersebut sangat padat dianjurkan untuk beli tiket sehari sebelumnya dan sudah siap masuk ke kapal paling lambat satu jam sebelum keberangkatan.

Karena jumlah kursi di Kapal tidak sebanding dengan jumlah calon penumpang, meskipun sudah dilarang olah awak kapal dan polisi/petugas pelabuhan. Tetap saja penumpang memaksa masuk. Tak heran, kapal yang tempat duduknya hanya untuk 200 orang diisi 300 orang yang menjejali lorong di antara tempat duduk. Sehingga kalau selama perjalanan ada yang ingin ke Toilet harus melangkahi penumpang yang memadati lorong dalam kapal. Sebagaian penumpang yang tidak kebagaian tempat dapat duduk di atas kapal. Tentu dengan resiko menahan terik panas matahari dan bersedia basah kuyup bila kehujanan. Karena kalau kita sudah duduk di atap sangat sulit kembali ke ruang dalam kapal yang telah penuh sesak. Di dalam kapal ditempelkan gambar peragaan cara pemakaian ban penolong apabila kapal tenggelam tetapi ban penolongnya justru sangat sulit dijumpai, penumpangpun tidak diberi tahu dimana ban penolong tersebut disimpan.
Duduk diatas atap kapal dengan segenap resikonya, bagi mereka yang ingin menikmati perjalanan sangatlah tepat. Karena dapat menghayati dan mengabadikan panorama yang indah secara leluasa.

Berkat terpaan angin laut, panas terik matahari tidak terasa. Pemandangan laut berupa perpaduan langit dan air laut yang biru jernih terbentang dan bertemu di garis cakrawala Selama perjalanan laut acapkali kapal melewati pulau kecil yang nampak hijau bertebaran bagai batu zamrud dikelilingi pasir putih, panorama nan cantik membuat kita lupa akan panas terik yang membakar kulit.
Dari kejauhan nampak pulau Muna dan pulau Buton yang nampak sangat subur dengan hutan alaminya. Di beberapa tempat nampak perkampungan nelayan dengan keramba ikan dan budidaya rumput laut.

Apabila tidak ada halangan perjalanan dari pelabuhan Kendari sampai pelabuhan Bau Bau memakan waktu 6 jam. Namun mengingingat pemandangan yang indah dan sangat beragam waktu tersebut tidak terasa lama. Sesekali kapal yang kami tumpangi berpapasan dengan kapal sejenis dan beberapa kali melewati perahu nelayan yang jauh lebih kecil, perahu nelayan tersebut terlihat terombang ambing karena ombak yang ditimbulkan olah kapal jet yang melawatinya. Dalam perjalanan laut ini kita akan semakin menyadari bahwa kita memang bangsa Bahari yang sangat akrab dengan laut dengan segala potensi dan resikonya.

Pelabuhan Bau Bau.
Setelah kapal singgah di pelabuhan kota Raha Pulau Muna wilayah Kabupaten Muna untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Kapal meneruskan perjalanan ke selatan menuju pelabuhan Nusantara Bau Bau. Sebelum merapat kepelabuhan nampak kapal- kapal besar baik kapal penumpang maupun kapal Niaga serta kapal nelayan tradisional Pinisi. Pelabuhan Bau Bau merupakan pelabuhan Nusantara, semua kapal penumpang dari Jakarta, Semarang atau Surabaya yang menuju ke Indonesia bagian Timur pasti singgah dulu ke pelabuhan Bau Bau pulau Buton wilayah kabupaten Buton.

Pelabuhan Penumpang dan Niaga Bau Bau berdampingan letaknya dengan pantai Kamali kebanggaan kota Bau Bau yang sangat atraktif dan artistik. Pantai ini merupakan hasil reklamasi atau pengurugan laut yang diremikan pembukaannya pada tgl 18 Agustus 2005 oleh gubernur Sulawesi Tenggara Bp. Ali Mazi SH. Saat ini merupakan public space atau kawasan publik yang paling ramai di kota Bau Bau merupakan magnet yang menarik dan sangat diminati oleh segenap masyarakat untuk melaksanakan berbagai aktifitas rekreasi di kawasan pantai terutama pagi, sore dan senja hari. Pembangunan tempat rekreasi di pantai tersebut suatu usaha yang sesuai dengan konsep water front city dengan menciptakan perpaduan atau sinergi yang indah dan harmonis antara daerah laut dan daratan. Pembangunan ruang terbuka untuk umum di pantai Kamali sesuai dengan jargon kota Bau Bau yang terpampang di beberapa lokasi, dalam dialek Buton: ”Boloma karo Sumanomo Lipu” yang artinya ”mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi”.

Pada kawasan pantai Kamali sering ditampilkan partunjukan musik dengan mendatangkan band terkemuka Indonesia. Kalau di Singapura wisatawan yang datang dari arah laut disambut patung ”Meerlion” berwujud ikan berkepala singa dan wisatawan yang datang ke Tenggarong Kalimantan timur disambut patung ”Lembuswana” berwujud lembu berkepala naga berukuran raksaksa. Maka di pantai Kamali Bau Bau kita akan disambut oleh patung Naga raksaksa yang nampak berwibawa dan megah patung tersebut akan semakin menarik di waktu senja atau malam hari karena mulut yang menyemburkan air menjadi merah menyala dan tubuhnya nampak indah oleh sorot lampu yang menambah pesona patung tersebut.

Berbagai atraksi yang dapat dinikmati di kawasan pantai Bau Bau antara lain; Menikmati aneka gorengan seperti: pisang, ubi, ketela, sukun sambil minum Saraba (wedang jahe campur susu) dan dihibur oleh live music dari pengamen yang berkeliling dari meja ke meja. Sayang bagi pengunjung suku Jawa tentu agak kecewa karena tidak ada yang menjual Tempe dan Tahu goreng. Apabila kita sudah terbiasa makan dengan menu karbohidrat nasi, maka di Kendari atau di Bau Bau kita seyogyanya mencoba makanan khas masyarakat setempat Kasoami atau Sinonggi sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi. Kasoami dibuat dari parutan Ketela dan disajikan dalam bentuk kerucut disamping itu bisa juga kita memesan Sinonggi dari Sagu yang dituang air panas, pada beberapa tempat di Indonesia Timur Sinonggi disebut Papeda. Baik Kasoami maupun Sinonggi dihidangkan bersama lauk aneka ikan bakar atau Kambatu Tawaoloho (masakan khas Tolaki berupa daging sapi masak tomat) dengan sambal pedas.

Lapak-lapak kaki lima juga tertata rapi di pinggir kawasan, menawarkan VCD, pakaian, arloji dsb. Sarana permainan anakpun tersedia misal ayunan dsb. Tanaman peneduh yang mendominir pantai Kamali adalah pohon kelapa (Cocos nucivera).
Pemandangan yang cukup unik antara lain anak anak kecil yang beramai ramai berenang di laut dengan tangkas, riang gembira dan terkesan sangat akrab dengan alam.
Apabila kocek kita cukup tebal dari Bau Bau dengan kapal Jet khusus, wisatawan dapat mengunjungi obyek wisata alam bertaraf Internasional di pulau-pulau kecil di kabupaten Wakatobi Propinsi Sulawesi Tenggara, sekitar 125 km dari pelabuhan Bau Bau ke arah timur.






ARTIKEL PENDAMPING

BENTENG KERAJAAN – KESULTANAN BUTON

Sesuai informasi pada baliho dengan ukuran besar yang menyambut kita selepas keluar dari bangunan Terminal pelabuhan laut Bau Bau, akan terbaca kalimat: Selamat datang di Bau Bau, kota dengan benteng terluas di dunia, luas 22,8 ha, panjang keliling 2740 m dibangun pada masa pemerintahan Sultan ke 3, La sangaji. Pada bagian bawah Baliho tertera catatan: Rekor MURI- Museum Rekor Indonesia. Apakah pernyataan tersebut benar adanya, kita harus membandingkan dengan benteng2 lain di seluruh dunia. Tetapi kalau dibandingkan dengan benteng2 di beberapa tempat di pulau Sulawesi seperti benteng Otanaha di Gorontalo, benteng di Donggala Sulawesi tengah, benteng di Makassar Sulawesi Selatan. Jelas benteng di Bau Bau jauh lebih luas. Benteng terletak di lokasi tertinggi kota Bau Bau, dari benteng ke arah barat nampak dengan jelas panorama kota dan pelabuhan Bau Bau, ke arah timur terlihat kawasan hutan yang terbentang luas, merupakan bagian dari hutan suaka margasatwa dan cagar alam Lambusango yang berperan sebagai paru paru dunia.

Benteng yang mengelilingan areal yang sangat luas ini dilengkapi dengan beberapa meriam, untuk melindungi kerajaan buton dari kemungkinan adanya serangan musuh yang datang dari arah laut pada jaman dahulu. Sampai saat ini berapa bangunan kerajaan Buton masih dapat dilihat. Antara lain; makam para Sultan, Masjid kuno, beberapa bangunan Kerajaan/ Kesultanan , prasasti dll.

Masjid Kuno lengkap dengan tiang bendera dari kayu Jati (Tektona grandis) setinggi 21 m dengan diameter antara 25 sampai dengan 70 cm yang dibuat pada akhir abad ke 17. tiang bendera tersebut digunakan untuk mengibarkan Tombi (bendera) kerajaan Buton yang disebut Longa- Longa.


Batu Prasasti tempat penobatan raja masih ada di kawasan benteng. Batu tersebut digunakan sejak penobatan penguasa kerajaan Buton pertama, seorang wanita berasal dari negeri Cina bernama Ratu Wa Kaa Kaa yang dilantik sekitar abad ke 14, oleh karena itu patung naga yang merupakan salah satu lambang budaya cina yang didirikan di pantai Bau Bau merupakan usaha untuk mengingat pada penguasa pertama kerajaan Buton yang berasal dari negeri Cina disamping itu juga merupakan perlambang kekuatan yang luar biasa.
Dalam perjalanan sejarah pengusaha kerajaan buton bukan lagi ratu atau raja tetapi disebut sultan bentuk pemerintahanpun dari kerajaan berubah menjadi kesultanan. Sultan tidak didasarkan pada garis keturunan atau putra mahkota. Tetapi dipilih secara demokratis.
Lambang resmi kesultanan Buton adalah buah Nanas yang melambangkan kesejahteraan karena Nanas bisa tumbuh pada segala musim. Menurut dosen arsitektur FT UNHALU Ir. Syahrul Ramadhan MT: Buah Nanas melambangkan demokrasi karena tunas- tunas baru yang bermunculan disekitar induk nanas berkesempatan sama untuk menjadi Sultan Buton apabila dipilih secara demokratis.

Dalam areal Benteng juga terdapat banyak makam antara lain makam sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Hamis yang wafat pada tahun 1584, makam sultan Alimuddin atau Oputo Masabuno Yi Wandayilolo yang memerintah kesultanan Buton antara tahun 1788- 1791.

Bangunan milik kesultanan selain di dalam benteng ada pula yang diluar benteng antara lain bangunan bertingkat dengan konstruksi dari kayu merupakan cerminan dari arsitektur tradisional yang representatif. Bangunan tersebut adalah rumah istri kedua dari salah satu sultan Buton yang terletak di kota Bau Bau diluar benteng.

Mengingat keanekaragaman dan keunikan obyek yang ada di lingkungan benteng serta lokasi yang sangat strategis dengan panorama kearah luar benteng yang sangat menawan dan mempesona banyak pengunjung yang datang, baik warga kota Bau bau ataupun pengunjung dari luar daerah bahkan wisatawan dari manca negara. Berdasarkan informasi banyak pula peneliti sejarah dari dalam dan luar negeri yang datang di kawasan benteng Bau Bau. Kekayaan budaya bangsa seperti benteng dan kerajaan dll, patut dilestarikan untuk meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan pada tanah air terutama bagi generasi muda sebagai penerus bangsa.

selanjutnya......